Leburnya Dunia Seni Rupa Seniman Eko Nugroho dan Mode Label MAJOR MINOR

Proyek yang melibatkan seniman Eko Nugroho dengan label MAJOR MINOR ini adalah sebuah proyek yang digagas dan dirancang di sela-sela pembicaraan persiapan pameran tunggal Eko Nugroho di Komunitas Salihara. Awalnya, Eko menginginkan tim Salihara untuk merancang sebuah community project yang berbasis pada beragam kesenian masyarakat diluar seni rupa yang ia geluti. Eko sendiri mengakui bahwa tujuan menjalankan proyek kolaborasi ini ialah untuk membangun ruang-ruang komunikasi yang lebih luas di dunia seni rupa, terutama di dunia yang ia geluti. Proyek ini ia harapkan dapat menanamkan pola pikir baru pada masyarakat bahwa seni rupa tidak melulu dalam ranah yang dipahami oleh logika. “Dunia seni rupa itu sangat luas dan berkembang, apalagi seni rupa kontemporer,” ujarnya “ini dapat menjadi sesuatu yang lebih cair dan lebih luas lagi sehingga saya pun merasa senang dan terbuka sekali terhadap proyek-proyek berbasis komunitas semacam ini.”
Label MAJOR MINOR muncul sebagai kandidat terkuat untuk dijadikan partner kolaborator. Pemilihan kandidat kolaborator ini pun dilakukan bersama-sama dengan tim kurator Salihara, diantaranya hadir pula Ibu Dewi Soeharto, seorang Sahabat Salihara yang juga merupakan teman dekat Sari Nasution Seputra. Eko bersama dengan tim kurator Salihara pun akhirnya bertemu dengan MAJOR MINOR dan menemukan kecocokan. Di momen itu lah proyek kolaborasi ini lahir.
Mereka pun menyempatkan diri untuk duduk bersama, berdiskusi dan merancang proyek ini. “Mas Eko sangat terbuka memperlihatkan karya-karyanya kepada kami, dan selama prosesnya, kami juga bercerita bagaimana proses dalam fashion, bertukar pikiran sampai dengan diskusi karya-karya mas Eko yang menjadi inspirasi kita,” ujar MAJOR MINOR, “kami saling memberikan masukan, sesuai dengan porsi masing-masing.” Gambar, motif dan berbagai visual dari karya-karya yang pernah didesain oleh Eko, diolah kembali oleh MAJOR MINOR untuk disematkan ke dalam desain dan rancangan mereka. Koleksi ini pun mereka tampilkan secara perdana dibawah sorot lampu panggung Jakarta Fashion Week 2016 lalu dan kemudian pada malam pembukaan ekshibisi tunggal Eko Nugroho bertajuk ‘Landscape Anomaly’ di Komunitas Salihara.
Tercetusnya ide untuk mendonasikan sebagian hasil penjualan scarf karya Eko Nugroho dan MAJOR MINOR untuk menunjang seniman-seniman di Komunitas Salihara pun tidak terjadi tanpa rencana. Selain mendapatkan tempat khusus di hati, tempat ini dipandang Eko sebagai suatu ruangan netral bagi seniman rupa seperti dirinya yang mendukung perkembangan seni di penjuru Nusantara. Dengan adanya kolaborasi ini, Eko dan MAJOR MINOR ingin turut menyokong kesenian Indonesia lewat Komunitas Salihara. Tentunya, support Komunitas Salihara terhadap proyek ini sangat penting bagi mereka mengingat proyek ini merupakan pilot project dimana seorang seniman rupa Indonesia berkolaborasi dengan sebuah label mode lokal untuk satu musim mode.
Walau mentranslasikan dengan cara yang berbeda, aktivitas berbagi diakui MAJOR MINOR dan seniman Eko Nugroho sebagai suatu aksi yang kian mendampingi mereka dalam berkarya. “Berbagi selalu menjadi bagian dari apapun yang kami kerjakan untuk MAJOR MINOR, brand ini didirikan oleh tiga orang, Ari Seputra, saya dan Inneke Margarethe,” ungkap Sari, “kita adalah orang yang punya background berbeda, tapi sesama kita sudah selalu berbagi, sehingga terwujud brand MAJOR MINOR, karena berbagi dalam MAJOR MINOR ini, memberi makna dan kaidah terhadap kehidupan kami masing-masing.” (GABRIELLA SUWANDA) FOTO: DOK. J. FAKAR.
Label MAJOR MINOR muncul sebagai kandidat terkuat untuk dijadikan partner kolaborator. Pemilihan kandidat kolaborator ini pun dilakukan bersama-sama dengan tim kurator Salihara, diantaranya hadir pula Ibu Dewi Soeharto, seorang Sahabat Salihara yang juga merupakan teman dekat Sari Nasution Seputra. Eko bersama dengan tim kurator Salihara pun akhirnya bertemu dengan MAJOR MINOR dan menemukan kecocokan. Di momen itu lah proyek kolaborasi ini lahir.
Mereka pun menyempatkan diri untuk duduk bersama, berdiskusi dan merancang proyek ini. “Mas Eko sangat terbuka memperlihatkan karya-karyanya kepada kami, dan selama prosesnya, kami juga bercerita bagaimana proses dalam fashion, bertukar pikiran sampai dengan diskusi karya-karya mas Eko yang menjadi inspirasi kita,” ujar MAJOR MINOR, “kami saling memberikan masukan, sesuai dengan porsi masing-masing.” Gambar, motif dan berbagai visual dari karya-karya yang pernah didesain oleh Eko, diolah kembali oleh MAJOR MINOR untuk disematkan ke dalam desain dan rancangan mereka. Koleksi ini pun mereka tampilkan secara perdana dibawah sorot lampu panggung Jakarta Fashion Week 2016 lalu dan kemudian pada malam pembukaan ekshibisi tunggal Eko Nugroho bertajuk ‘Landscape Anomaly’ di Komunitas Salihara.
Tercetusnya ide untuk mendonasikan sebagian hasil penjualan scarf karya Eko Nugroho dan MAJOR MINOR untuk menunjang seniman-seniman di Komunitas Salihara pun tidak terjadi tanpa rencana. Selain mendapatkan tempat khusus di hati, tempat ini dipandang Eko sebagai suatu ruangan netral bagi seniman rupa seperti dirinya yang mendukung perkembangan seni di penjuru Nusantara. Dengan adanya kolaborasi ini, Eko dan MAJOR MINOR ingin turut menyokong kesenian Indonesia lewat Komunitas Salihara. Tentunya, support Komunitas Salihara terhadap proyek ini sangat penting bagi mereka mengingat proyek ini merupakan pilot project dimana seorang seniman rupa Indonesia berkolaborasi dengan sebuah label mode lokal untuk satu musim mode.
Walau mentranslasikan dengan cara yang berbeda, aktivitas berbagi diakui MAJOR MINOR dan seniman Eko Nugroho sebagai suatu aksi yang kian mendampingi mereka dalam berkarya. “Berbagi selalu menjadi bagian dari apapun yang kami kerjakan untuk MAJOR MINOR, brand ini didirikan oleh tiga orang, Ari Seputra, saya dan Inneke Margarethe,” ungkap Sari, “kita adalah orang yang punya background berbeda, tapi sesama kita sudah selalu berbagi, sehingga terwujud brand MAJOR MINOR, karena berbagi dalam MAJOR MINOR ini, memberi makna dan kaidah terhadap kehidupan kami masing-masing.” (GABRIELLA SUWANDA) FOTO: DOK. J. FAKAR.