Mengurai Benang Kusut Permasalahan Batik
Meski sudah diakui di tataran internasional, nyatanya keadaan industri batik kita masih diliputi berbagai masalah klasik. Mulai dari model bisnia hingga inovasi.
2 Oct 2019


Proses pembuatan batik.


Menurut Benny Gratha, kondisi batik jika dibandingkan dengan satu dekade lalu masih dipenuhi banyak permasalahan klasik yang seharusnya bisa dipecahkan sejak lama. Ketergantungan terhadap bahan baku impor kini terasa nyata pada kain dan juga malam yang digunakan.

Belum lagi, kurangnya riset terhadap pewarna batik yang seharusnya dilakukan sejak puluhan tahun lalu untuk mengembangkan batik bukan hanya sebagai tradisi, tapi juga industri. “Padahal batik sudah lama ada, tetapi untuk mencari pewarna dengan rona tertentu yang diproduksi massal saja sangat sulit,” ujar Benny.

Satu-satunya hal yang berbeda dari batik saat ini adalah perkembangannya dalam skala bisnis yang meningkat. Pekalongan misalkan, kini sukses menjadi sentra batik terkemuka berskala besar. Upaya membangkitkan kembali batik juga terjadi di sejumlah daerah lain, mulai dari Lasem hingga Yogyakarta.

Benny melihat ada kelemahan dalam model bisnis batik saat ini. “Sebagian besar merupakan usaha keluarga yang digarap secara tradisional. Karena dikendalikan secara turun temurun, ada sejumlah batasan yang mereka alami,” kata dia. Sulit bagi artisan batik tradisional atau unit usaha keluarga batik klasik untuk mendobrak dan membikin model bisnis, atau bahkan gebrakan baru dalam batik secara kontemporer. Beberapa nama berusaha untuk mencoba membuat desain baru. “Akan tetapi masih dalam kerangka tertentu,” ujar Benny.

Sebelum menjadi Warisan Dunia, batik pernah mengalami beberapa inovasi di masa lampau. Batik pernah menjadi bagian dari karya couture di Eropa pada abad ke-19 lewat sentuhan tangan Madame Pangon. Karyanya terekam dalam buku bertajuk Les Batiks de Madame Pangon (1925) yang menunjukkan karya-karya batik dengan corak art deco yang kental dalam bentuk scarf hingga terusan.

Adapula kisah keluarga Tjoa yang mempopulerkan Batik Tiga Negeri dengan nuansa warna yang menjembatani batik pesisir dan juga batik klasik Jawa dengan tiga warna yang khas, yaitu merah, indigo, dan soga. Keluarga Tjoa yang mempopulerkan jenis batik ini pada 1910 berhasil mempopulerkan Tiga Negeri hingga menjadi bagian dari tradisi daur hidup masyarakat Jawa Barat. Kemudian ada juga Go Tik Swan yang membuat inovasi Batik Indonesia dengan motif Sawunggaling yang legendaris di tahun 1950-an. Sawunggaling saat itu merupakan ide dari Presiden Soekarno untuk menyatukan Indonesia lewat wastra.

Di era 1980-an, muncul nama Iwan Tirta yang mengembangkan batik dengan cara yang cukup inovatif. Selain melakukan pembaruan dengan memperbesar motif batik dengan efek dramatis, Iwan Tirta juga berhasil mengangkat batik sebagai bagian dari gaya hidup di era tersebut. Selain sebagai produk mode, Iwan Tirta juga mengubah batiknya menjadi peralatan rumah hingga hiasan rumah yang melambangkan status sosial bergengsi. Pajangan dinding dengan batik Iwan Tirta merupakan perlambang strata sosial kelas atas.

Jangan lupakan juga Josephine Komara alias Obin yang berupaya untuk menjembatani Indonesia dengan menembus batasan Jawa dan non-Jawa serta mengawinkan ikat dan tenun dengan batik sejak 35 tahun yang lalu. Di era 1990-an hingga kini, ada Edward Hutabarat yang setia mengolah batik halus lewat label Part One miliknya. Pada 2 Oktober 2019 mendatang, bertepatan dengan Hari Batik Nasional, pemerintah juga bermaksud untuk meresmikan Museum Batik yang bertempat di Taman Mini Indonesia Indah.

Tentu, pada akhirnya, batik berada pada dua kutub ekstrem. Di satu sisi ada banyak orang yang menganggap kalau batik sebaiknya dibiarkan sebagai kain tradisional, dan bahkan haram untuk dipotong. Di sisi lain, ada juga yang ingin melihat batik dengan cara baru dan berupaya untuk melakukan kontekstualisasi yang relevan tanpa kehilangan batik sebagai sebuah tradisi panjang. “Kita semua harus mau duduk bersama lagi untuk sama-sama membicarakan. Sebenarnya mau diapakan sih batik ini?,” ujar Benny. (Teks: Subkhan J. Hakim) Foto: Dok. Istimewa
 

 

 


Topic

Fashion

Author

DEWI INDONESIA