Opini: Selamat Ulang Tahun, Dewi
Buat kami, aktivitas membolak balik halaman di majalah Dewi sambil menatap foto-foto di dalamnya tak tergantikan dengan men-scroll layar telepon.
15 Nov 2019




Bagi kami, yang mengklaim diri sebagai Xennials (Gen X yang lahir di penghujung generasi dan memiliki banyak kesamaan dengan Gen Y alias si Millenial), banyak pergeseran yang terjadi dalam pergaulan. Kami adalah subgenerasi yang mengalami transisi dari analog ke digital dan termasuk yang beruntung memiliki pager dan ponsel yang hits pada masanya. Gawai yang sangat berguna dan kadang disalahgunakan untuk kenakalan remaja saat itu, seperti janjian dijemput oleh teman pria untuk kabur tengah malam ke diskotik atau untuk mengirim kata-kata gombal ke kekasih via operator pager (dan siap digoda atau tahan malu ke mbak operator saat diketikkan pesannya). Aw, those priceless memories.

Satu hal yang sungguh berbeda lagi adalah majalah. Dulu kios koran penuh menjajakan berpuluh jumlah majalah dan tabloid. Salah satu tujuan lain ke salon (no Go-Glam in those days) adalah  menyantap berbagai majalah wanita secara gratis karena saat itu majalah wanita gaya hidup adalah ‘kompas’ fashion, dunia sosialita dan selebrita, pergaulan, travelling dan lainnya. Dan majalah Dewi adalah dewinya.

Saat kami berdua masih usia belasan tahun, mengintip halaman di majalah Dewi, kami dibuat terpana dan berfantasi  mengenakan busana wah yang dikenakan model-modelnya. Kami bergegas mencari halaman rubrik "Hot" dan dibuat terpukau oleh foto-foto tokoh glamor yang sedang berpesta atau menghadiri event ternama dan dibuat berandai-andai suatu hari nanti kami bisa muncul di sana. Kami dibuat terpesona dengan destinasi liburan eksotis dan dibuai dengan aktivitas-aktivitas tralala di majalah Dewi yang membuat kami mau rajin belajar, karena kenikmatan dan keindahan tersebut hanyalah milik orang sukses. Kalau Anda bagaimana? Did you  feel the same?

Di usia memasuki kepala tiga, kami melahap majalah Dewi dan merasa Dewi sudah menjadi lebih dekat dan hangat. Kami pun gede rasa karena sesekali wajah kami muncul di liputannya dan juga di rubrik "Hot" .Setiap bulan kami tetap menunggu-nunggu kehadirannya untuk memuaskan dahaga fashion, beauty, travel dan menjadikan kami terdepan di perihal gaya hidup. Kami juga excited setiap tahun menunggu Jakarta Fashion Week, pagelaran fashion dan gaya hidup terbesar yang majalah Dewi berperan di dalamnya. Kami pun sambil harap-harap cemas apakah tetap mendapat undangan front row Dewi Fashion Knight, gong Jakarta Fashion Week atau sudah tersingkir oleh muka baru, dan menjadi saksi talenta-talenta terbaik di dunia fashion Indonesia menuangkan karyanya. Bahkan kami terinspirasi menulis buku pertama kami Kocok: The Arisan Ladies and Socialites juga karena hobi melahap majalah Dewi sehingga kami tahu sosialita-sosialita sejati mana saja yang wajib diwawancara. We are forever grateful for that.

Kini, di era majalah mulai tergerus dengan informasi yang serba cepat di internet dan media sosial, Dewi—seperti majalah lain—dipaksa menyesuaikan diri dengan perubahan dunia digital, mencoba menyebarkan kontennya dan memuaskan pembacanya melalui publikasi digital dan media sosial. Tapi mungkin buat kami generasi yang tetap senang menikmati dan menggali sesuatu yang lebih dalam saat membaca suatu artikel, membolak balik halaman di majalah Dewi sambil menatap foto-foto di dalamnya, aktivitas ini lebih berarti dan tak tergantikan dengan hanya men-scroll layar telepon. Dewi di bahasa gaul anak sekarang tetap panutanque karena telah ‘matang’ mencicipi asam garam dan setia menjadi barometer fashion dan gaya hidup kami-dan ribuan orang lainnya sejak masih gadis hingga punya gadis-gadis. Dan layaknya sang dewi yang anggun dan berkelas, mampu bersahabat dengan perubahan zaman. Selamat ulang tahun Dewiku tersayang! (Joy Roesma dan Nadia Mulya). Foto: Dok. Dewi.



 

 


Topic

Fashion

Author

DEWI INDONESIA