Cara Haryati Lawidjaja Menghidupkan Hidup
Memahami hidup bukan perkara mudah. Beberapa menemukannya dari perjalanan, beberapa menemukannya dalam pekerjaan, dan beberapa menemukannya kala mereka berjalan bersisian dengan maut.
1 Apr 2020




Haryati Lawidjaja pernah menjabat tangan maut. “April 2017 itu saya sudah sempat melihat, I kind of leaving my body,” ceritanya kepada Dewi suatu sore di bilangan Kawasan Pusat Niaga Sudirman (SCBD). Haryati yang kini menjabat sebagai Chief Operating Officer LinkAja itu memang sempat mengidap kanker serviks stadium 4B. Ambang yang paling fatal. Secara statistik, kans hidupnya hanya 15-18%.
 
Kala itu ia sudah memasrahkan segalanya. Jika memang sudah tiba saatnya, tibalah. “Saya siap. Biarpun saya tahu hidup saya jauh dari sempurna, tetapi saya sudah melakukan yang terbaik. Jadi tak ada penyesalan,” lanjutnya. Ceritanya berlanjut dengan nada sedikit tercekat. “Tapi saya juga bilang, kalau Tuhan memang mau saya tetap bertahan berarti ada hal lebih besar yang Tuhan mau saya lakukan. If that’s the case, please give me strength, hold my hand, and lead me the way.”
 
Keesokan harinya perempuan yang lebih akrab dipanggil Fey ini terbangun dengan perasaan bahagia dan damai luar biasa. Ia merasakan seakan penyakitnya sembuh, dan terbukti kala ia melakukan CT Scan enam bulan kemudian dan dinyatakan sembuh.
 
Tuhan semacam mengembuskan napas kehidupan baru baginya. Pengalaman seperti itu pastilah memberikan perspektif baru bagi setiap orang. Satu hal yang ia dapatkan adalah pelajaran tentang complete surrender, kepasrahan yang absolut. “Dulu saya suka bilang, sudahlah saya lakukan yang terbaik, sisanya saya serahkan kepada Tuhan. Tapi saya sadar dulu itu saya cuma melepaskan sebelah tangan. Satu lagi tetap memegang teguh harapan saya, apapun itu,” kata Haryati.
 
Terutama tentang karier. Kehidupan profesional bagi Haryati adalah ikatan terbesarnya dalam hidup. Bagian dari identitasnya. Sekaligus hal yang akhirnya ia lepaskan, meski tanpa pegangan. Bukan karena sakit, tetapi justru karena sembuh. Ia lantas memutuskan mengambil jeda dan mencari makna hidup baru. Mencari bagaimana cara menghidupi hidup.
 
Semua ia serahkan pada Yang Mahakuasa. Yang ia tahu ketika itu ia mesti mencari makna kehidupan dengan cara berbeda. “Saya piker kalau tidak sekarang [melepaskan ikatan itu], saya akan punya sesal,” katanya. Toh baginya hidup bukan sekadar tentang bernapas, tetapi tentang belajar, bertumbuh, dan berkontribusi terhadap orang di sekitar kita. Prinsip itu yang menguatkannya sejak ia didiagnosis kanker serviks.
 
Setelah sembuh, delapan bulan Haryati mencari cara baru menghidupi hidup barunya. Hal pertama yang ia lakukan adalah mencoba hal yang belum pernah terpikirkan sebelumnya serta memperluas pandangan. Salah satu yang ia lakukan di masa jeda itu adalah dengan mengajar masak-masakan raw food yang ia pelajari ketika sakit. Pada periode  itu pula ia bertemu banyak orang dengan latar belakang yang belum pernah ia temui sebelumnya. Jika biasanya ia dikelilingi orang-orang dengan pembawaan professional dan sarat maskulinitas, dalam fase ini ia justru mendapat kesempatan berinteraksi dengan orang-orang yang bersikap lebih santai. Pun selama periode ini ia didekatkan pada sisi-sisi feminitasnya.
 

 

Author

DEWI INDONESIA