Formulasi Diri Jaz Hayat
Berangkat dari seni musik, Jaz Hayat membaca diri mereka di dunia maya dan mencipta sela antara maya dan nyata
18 Oct 2020




Indonesia merupakan rumah kedua Jaz Hayat. Di sini tempatnya menuangkan ekspresi dalam bidang seni musik secara profesional yang tidak bisa ia dapatkan di tanah airnya, Brunei Darussalam. “Di sana tidak ada industri musik. Sulit menjadikan musik sebagai mata pencaharian,” katanya. Semestinya, jika semua berjalan lancar, ia sudah mengeluarkan album teranyarnya. Sayang, ia harus menyimpan suara emasnya dahulu sambil menambahkan beberapa lagu karena pandemi.

“Saya berhenti bertanya kapan semua ini akan berakhir dan kita kembali normal,” kata Jaz sambil tersenyum. Ada kepasrahan dalam nada bicaranya. Ia mengungkapkan kerinduannya bernyanyi di depan penonton secara langsung. Bagaimana ia merasa gugup tapi juga sangat excited pada satu waktu ketika mendengar riuh penonton. “Kehadiran dan respons penonton secara langsung menciptakan energi begitu besar yang membuat saya terpacu. Bisa bernyanyi secara virtual harus disyukuri, tapi tetap saja rasanya sepi,” ungkapnya. Dari sepi yang dihasilkan pandemi, Jaz juga menyadari beberapa hal. “Saya lebih punya waktu untuk diri sendiri. Lebih dekat dengan keluarga, banyak istirahat, mengasah kemampuan, dan lebih peka,” katanya yang sedang gemar bemain badminton untuk olahraga dan pelarian di masa pandemi.

Kini, sudah delapan tahun merantau di Indonesia, banyak perubahan yang terjadi pada dirinya. Jaz yang tadinya introver dan pemalu, mau tak mau harus beradaptasi dengan orang Indonesia yang suka mengobrol. Ia menjelma menjadi sosok yang spontan dan humoris. Gambaran yang tercermin di media sosialnya

Jaz tidak menghadirkan batasan yang besar berkaitan tentang dirinya yang asli dengan apa yang ditampilkan di sosial media. “Saya apa adanya saja. Itulah saya. Tidak tahu
bagaimana orang menilai. Ada yang melihat saya sebagai orang sombong. Padahal tidak seperti itu,” katanya. Ia juga tidak berupaya memperoleh imej tertentu. “Sulit. Saya pikir,
seniman tidak akan begitu. Kita mesti jujur. Entah itu karya atau diri kita sendiri. Lagipula saya tidak nyaman harus hidup sesuai kemauan orang,” tuturnya

Ia mengaku tidak pandai mengelola sosial media. Entah dalam pemilihan foto atau menulis caption. “Saya juga tidak mengejar engagement. Saya akan posting jika memang
ingin. Tidak semua orang mau membagikan kehidupannya sehari-hari kepada publik,“ ujar pria berusia 27 tahun ini. Manajemennya pun cukup membebaskan. Hanya saja
kontennya harus layak dan menarik. Tapi, bisa pastikan, Jaz tahu cara agar konten media sosialnya disukai fans, yakni dengan memasukkan unsur lelucon tentang mantan, kegalauan tidak punya pasangan, atau rayuan gombal. (WAHYU SEPTIYANI) Foto: Grego Gery

 

 

Author

DEWI INDONESIA