Ivan Gunawan Bersuara, Memecah Kesunyian Tentang Isu Toxic Masculinity
Celotehan Ivan Gunawan saat menjadi tamu di podcast Deddy Corbuzier sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial, bersama Dewi, ia membahas makna maskulin dan isu toxic masculinity.
13 Oct 2020




“Maskulin itu karakter. Tidak selamanya laki-laki yang nampak maskulin itu straight, ada juga laki-laki yang tidak terlihat maskulin tapi sebenarnya dia sangat gentleman,” ujar Ivan Gunawan. Nada bicaranya naik sedikit. Beberapa waktu lalu, sempat beredar luas cuplikan video di Instagram saat Ivan menjadi tamu di podcast Deddy Corbuzier. Banyak warganet memuji celotehan Ivan yang dinilai menskak mat tudingan Deddy saat ia mengatakan bahwa olahraga yang dijalani Ivan adalah untuk perempuan.
 
“Saya cukup terpancing oleh statement master Deddy Corbuzier. Karena saya tahu dengan bentuk tubuh saya saat ini, saya tidak dapat mengangkat beban terlalu berat, jadi saat berolahraga saya lebih banyak melakukan latihan yang menandalkan berat badan sendiri,” ia menerangkan. Ivan membalas pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa Deddy Corbuzier, yang adalah seorang ayah pun masih kerap menggunakan riasan tapi tidak ada yang melarang. Balasan Ivan itu membuat namanya trending di media sosial. Ia dinilai menyuarakan isu toxic masculinity.
 
Setelah aksinya di podcast tersebut, beberapa orang menyebut Ivan disebut lebih laki dari lakilaki. “Mungkin menurut mereka saya itu gentleman. Gentleman dalam mengambil sikap, keputusan, menghormati orang lain, dan tidak selalu ingin menang. Kehidupan mengajarkan banyak hal bagaimana menjadi seorang yang gentleman, tidak lagi hanya tentang jenis kelamin,” katanya.
 
Dilansir dari tulisan Michael Salter di situs Atlantic.com, sosiolog Raewyn Connell menyebutkan maskulinitas yang dibentuk oleh kelas, ras, budaya, seksualitas, dan faktor lainnya, sering kali dalam persaingan satu pihak dengan sama lain untuk mengklaim lebih otentik. Standar yang digunakan untuk mendefinisikan pria sejati bervariasi secara sesuai waktu dan tempat. Ketika laki-laki dituntut untuk mencapai sosok yang tidak punya gambaran pasti. Melakukan kesalahan dapat membuat laki-laki merasa tidak aman dan cemas, yang mungkin mendorong mereka menggunakan kekerasan untuk terasa dominan dan memegang kendali.
 
Toxic masculinity adalah produk patriarki. Laki-laki tidak boleh menangis. Laki-laki harus kuat. Mereka menghadapi persoalan mengenai jati diri dan harapan yang berbenturan. Sementara itu, karakter dan proses hidup orang berbeda-beda. Ivan nyaman menempuh jalan ini. “Biarpun begini, saya tidak mau menjadi perempuan. Jenis kelamin saya tetap laki-laki,” ungkapnya. Jika ada yang memutuskan untuk menjadi transgender atau transeksual, biarlah itu jadi pilihan masing-masing individu. Kita perlu berhenti mengurusi masalah orang lain terlalu dalam.
 
Selagi tidak merugikan orang lain, tidak bisakah bersikap masa bodoh? Selayaknya ketika ia memberi kebebasan bagi dirinya untuk tampil apa adanya, ia juga menyediakan hal serupa bagi mereka yang berada di perahu yang sama. Pada akhirnya, ia tidak lagi melihat beda antara laki-laki atau perempuan dan orientasi seksualnya. “Saya memperlakukan orang sebagai seorang manusia. Dan semua manusia boleh lemah, menangis, dan mengenakan apa saja,” ucap bintang yang bermimpi menggarap Broadway tersebut.

 

 

Author

DEWI INDONESIA