Laksmi Pamuntjak: Alunan Musik Dalam Jalinan Kata
Laksmi Pamuntjak perlu mendengar ‘musik’ dalam kalimat-kalimat yang ia tulis. Semua yang dapat menambah kekayaan suara dan harmoni pada makna teks.
13 Oct 2020




Sebelum masyarakat mengenal Laksmi Pamuntjak sebagai seorang penulis dan penyair, ia adalah seorang pianis. Ia mulai bermain piano sejak usia empat tahun. Melakukan sesuatu dalam waktu cukup panjang tentu banyak berpengaruh dalam hidup seseorang. Mungkin karena itu, Laksmi membawa analogi musik dalam prosesnya menulis.
 
“Bagi saya musikalitas dalam teks sangat penting. Saya belum sreg jika saya belum mendengar ‘musik’ dalam kalimat-kalimat yang saya tulis, terutama dalam puisi,” begitu dituliskannya dalam sebuah surel kepada Dewi. Yang ia maksud dengan ‘musik’ bisa berarti ritme, timbre dan mood dari tulisan itu. Ini semua bisa datang dari berbagai sumber, penggunaan aliterasi, asonansi, rima, atau lainnya
 
Laksmi juga tumbuh besar dengan lukisan, sebagaimana dengan buku dan music klasik. Baginya, seni rupa adalah tentang beragam cara pandang. “Bagi saya tidak ada kenikmatan atau siraman jiwa yang lebih mengilhami cara berpikir atau memperkaya cara pandang saya terhadap suatu objek ketimbang berdiri di depan sebuah karya seni,” ujarnya saat peluncuran novel Kekasih Musim Gugur secara virtual yang diselenggarakan Gramedia Pustaka Utama pertengahan September silam.
 
Setiap momen dengan lukisan adalah momen privat, ujar Laksmi, hanya antara kita dan lukisan itu. Jadi wajar saja jika Laksmi membawa seni rupa dalam karyanya, yaitu Siri sang perupa, salah satu tokoh utama Kekasih Musim Gugur. Ia juga pernah menggali seni rupa dalam fiksi dalam The Diary of R.S.: Musings on Art (2006) yang diilhami pengalamannya pribadi dengan lukisan-lukisan yang ia sukai.
 
Adalah almarhumah tantenya, Roswita Pamuntjak, dan guru bahasa saat ia masih duduk di bangku SD, Ibu Tommy, yang mendorong Laksmi Pamuntjak untuk menulis sedari kecil. Berkat mereka, Laksmi berhasil memenangi Sayembara Mengarang Nasional IKAPI, pada tahun 1980, ketika usianya delapan tahun.
 
Itu adalah penghargaan pertamanya di bidang menulis. Bertahun-tahun kemudian, secara profesional, Laksmi telah menerbitkan beberapa karya. Dari mulai kumpulan puisi There Are Tears and Things: Collected Poetry and Prose (2001-2016), tulisan kuliner di The Jakarta Good Food Guide 2008-2009, hingga tiga novelnya; Amba, Aruna dan Lidahnya serta Kekasih Musim Gugur (versi aslinya: Fall Baby dalam Bahasa Inggris).
 
Prinsip yang diterapkan Laksmi kurang lebih sama, baik ketika mengulas restoran, musik klasik, sastra, seni rupa, atau arsitektur. Ia membuka diri terhadap medan tafsir yang dihadirkannya. Ini juga termasuk kekayaan kosakata dan ekspresi yang ditawarkan masing-masing bidang. Mereka saling memperkaya satu sama lain. “Ketika menulis tentang makanan, saya berbicara tentang warna, tekstur, komposisi. Ketika menulis tentang sastra, saya teringat nada, melodi, harmoni. Ketika menulis tentang musik, saya membawa bahasa gerak dan tari ke dalamnya. Ketika saya menulis fiksi, saya selalu membawa khazanah besar itu ke dalam kanvas saya"
 
Di pertengahan Agustus 2020, Laksmi menerima kabar menggembirakan. Fall Baby meraih penghargaan sebagai Best Literary Work di Singapore Book Awards 2020. Sebuah penghargaan sastra tentunya tak pernah lepas dari konteks politis dan kultural yang menaunginya, Laksmi berpendapat, dan siapa-siapa yang menjadi jurinya. Sifatnya akan selalu subjektif.
 
Tapi penghargaan tetap penghargaan. Ia diberikan untuk menghargai sebuah karya dan juga penulisnya. Seperti penghargaan-penghargaan lain yang pernah diterimanya, Laksmi merasa sangat tersanjung dan bersyukur atas anugerah tersebut. Khusus untuk karya ini, “Ini kali pertama saya mendapat penghargaan dari Singapura, padahal saya bukan orang Singapura, ini merupakan sebuah kehormatan besar,” ujarnya.
 
Dalam berkarya, perempuan kelahiran Jakarta 22 Desember 1971 itu percaya bahwa semua ikhtiar sastra membutuhkan pergulatan, dengan bentuk, bahasa dan riset. Soal riset, dikatakannya sangat penting. Tidak hanya untuk mendalami subjek yang ia garap, tapi juga untuk memberikan perspektif sejarah yang akan memperkaya tafsirnya sendiri.
 
Mulai 15 September 2020, Anda bisa mendengar tokohtokoh pilihan antara lain Amalia Wirjono, Andini Effendi, dan Dian Sastrowardoyo, membacakan Kekasih Musim Gugur lewat akun Instagram Gramedia dan akun pribadi Laksmi. Soal platform yang satu ini, keterlibatannya bisa dikatakan minimal sekali.
 
“Saya rasa saya bukan seorang marketer alami, apalagi dalam mempromosikan karyakarya saya sendiri. Pada dasarnya saya juga gaptek banget.” Ia bahkan mengaku hingga sekarang, ia masih belum mengerti bagaimana membuat Instastory. Mungkin hidup dan berkarya bertahun-tahun di Jerman mendidik Laksmi untuk menjaga privasi.
 
Dari pengamatannya seorang sastrawan yang terlalu aktif di media sosial tak dianggap serius, karena bagi orang Jerman yang penting karyanya, bukan penulisnya. Selebihnya, memang begitu kepribadiannya, pemalu dan introver, dan paling nyaman dalam hening. (NOFI TRIANA FIRMAN) Foto: Jacky Suharto.


 

 

 

Author

DEWI INDONESIA