Tentang Passion dan Kilas Balik Karier Dominique Diyose
Bidang modelling memberi banyak pelajaran bagi Dominique Diyose. Selanjutnya, ia ingin bisa terus berbagi dan terus belajar dari berbagai hal yang ditekuninya ini.
9 Dec 2022



Dominique Diyose mengingat kembali berbagai pijakan yang ia lalui selama menggeluti bidang modelling. Dari show perdananya di luar kota untuk membawakan koleksi Edward Hutabarat, hingga caranya menentukan prioritas dalam karier lewat refleksi ke dalam dirinya.  Model dan aktris kelahiran 7 Agustus 1988 ini kini menikmati kesehariannya menjadi ibu bagi dua anaknya, dan membagi pengalamannya di sebuah sekolah pengembangan diri yang dikerjakannya bersama dua rekannya sesama model, Laura Muljadi dan Paula Verhoeven. Simak obrolan dewi dengan Dominique berikut ini!
 
 
Dewi Magazine (DEWI): Siapa saja sosok role model yang Anda kagumi dalam karier professional sebagai model?
 
Dominique Diyose (DOMI): Saya ingat sekali dulu saya menggemari Linda Evangelista, lalu ada Sasha Pivovarova juga, dan Kate Moss. Kalau model tanah air, saya kagum betul dengan Ria Juwita. Beliau ini mentor yang terjun langsung mengajari saya, juga ‘menatar’ saya soal nilai-nilai penting yang harus kita miliki sebagai model. Pokoknya seperti ‘ibu’ di karier modelling saya.
 
Selain itu mbak Dhanny Dahlan dan Izabel Jahja juga merupakan senior yang saya sangat hormati. Banyak sekali kalau harus disebutkan satu per satu. Bagiku, mentor-mentor ini semua punya peranan yang penting membimbing saya di setiap fase fashion Indonesia, mulai dari kain, tradisional, sampe yang modern juga.

 
Meski terbuka pada berbagai peluang, Dominique mengaku ia tetap perlu menakar kemampuan dan prioritasnya dalam karier 

DEWI: project apa yang menurut Anda paling berkesan?
 
DOMI: Paling berkesan pertama saya itu fashion show trip di luar kota pertama saya, itu yang ajak Om Edo, Edward Hutabarat. Saya di ajak ke Sumatera, dan waktu itu saya masih 14-15 tahun, jadi yang paling junior deh di antara model-model lain yang sudah lebih senior seperti mbak Catherine Wilson dan mbak Abel.
 
Lalu yang berkesan lainnya itu, saya pernah diminta jadi First Face-nya Oscar Lawalata, untuk show tunggalnya waktu itu yang judulnya “The last Concubine.” Itu beneran, sih, berkesan sekali karena pressure dan opportunity-nya besar sekali bisa membawakan peran itu. Saya masih sangat junior waktu itu, masih belajar jalan juga. Jadi di-ospek di depan para senior gitu, jujur deh-degan sekali, lho itu.
 
Di show itu beneran model-model senior generasi sebelumnya tuh ikut, pressured, dong. Lalu  beberapa senior dan kak Panca Makmun, koreografer senior, mereka sempet bilang, “Kalau kamu sudah dikasih kepercayaan, justru ambil itu sebagai energi tambahan.” Jadi itu yang saya inget. ‘oh, iya, bener. Berarti sudah dikasih kepercayaan.’ Use that as a power. Jadi sampe sekarang itu yang saya ingat benar.

 

“Kalau kamu sudah dikasih kepercayaan, justru ambil itu sebagai energi tambahan.”


DEWI: Apa hal yang bisa  memotivasi kembali ketika mulai jenuh dalam pekerjaan Anda?
 
DOMI: Ketika saya rasanya kelelahan, capek banget, dan jenuh, itu saya biasanya akan ambil waktu untuk stop sementara. Di situ akan menjadi momen untuk berefleksi dan mengingatkan diriku, modelling ini, tuh, passion saya. Sedari awal masuk ke bidang ini saya sudah tahu hal itu. Nah, kalau lagi jenuh, istirahat aja dulu, dan dipikir lagi apakah passion ini bisa kembali dikuatkan.
 
DEWI: Menurut pengalaman Anda, apa saja sih tandanya bahwa kita sudah berada di track yang tepat dan sesuai passion?
 
DOMI: Setiap orang prosesnya bisa beda-beda, tapi kupikir benang merahnya itu ketika kita melakukan sesuatu—meski itu berseberangan dengan jurusan kuliah, atau bahkan bukan pekerjaan kita saat ini—rasanya kita punya keinginan untuk ngulik lebih dalam. Dari melakukan hal itu, kita jadi bisa menakar diri kita, ‘sepertinya saya bisa berkembang dan belajar banyak di sini.’ I think it could be the base to know whether or not something is our passion.
 
Saya juga selalu percaya bahwa banyak pintu peluang juga yang harus kita buka. Nah, pada saat pintu kesempatan itu terbuka, kita boleh mencoba, tapi kita juga perlu menakar kemampuan diri. Misalnya ‘Domi, ayo ke sinetron. Cobain akting’. Oke, mungkin boleh untuk mencoba akting, tapi saya lihat dulu apakah pada waktu terjun di situ, saya menikmatinya? Atau lebih ke, ‘Oh, kayaknya nggak terlalu, ya. Oke, ternyata saya lebih ingin balik lagi, pengennya ke fashion’.
 
Kalau sudah ‘ditakar’ dan ‘diobrolin’ ke diri sendiri gitu, saya bisa memutuskan, ‘Oke, berarti akting nanti aja. Di-pause dulu dan coba dipilih-pilih kalau ada tawaran lagi. Nah, yang sudah pasti diambil kesempatannya adalah fashion show, pemotretan, semacam itu.
 
Bersama dua rekannya sesama model, Dominique ingin bisa menghadirkan ruang
untuk berbagi ilmu khususnya di bidang fashion dan modelling

DEWI: ngomong-ngomong soal passion, seperti apa definisi passion menurut Anda?
 
DOMI: passion itu ketika kita melakukan sesuatu dengan mencurahkan energi dan pikiran dengan sepenuh hati. Jadi idenya ada, energi dan kemauan buat mengerjakannya dengan dedikasi juga ada.
 
DEWI: Menurut pengalaman Anda, apakah punya passion saja cukup untuk bisa bertahan menggeluti suatu bidang pekerjaan atau profesi?
 
DOMI: Nggak cukup punya passion aja. Setelah tahu passion kita apa, maka harus latihan. Kita nggak boleh berhenti belajar. Buatku fashion itu kompleks sekali, tapi menyenangkan buat dikulik. Saya jadi bisa belajar banyak di situ, dan pengembangan dirinya itu jadi lebih kelihatan.
 
Selain latihan, harus punya etika dan etos kerja. Bagi saya, fashion itu is a team work. You can not be something without anyone. Selalu ada yang bekerja di belakang kita, yang bikin kita jadi glowing, yang bikin kita jadi keren di cover majalah. Ada fotografer, ada MUA, ada hair stylist. Kalau di fashion show ada desainer, ada fitter. Jadi kita nggak kerja sendiri.
 
Semua itu membantu pekerjaan kita sebagai model, lho, dan kita harus bisa bekerja sama dengan menghargai usaha dan waktu mereka. Di samping kitanya punya passion di modelling—dan hal lainnya juga—kita harus punya kemauan mendengarkan dan menyesuaikan diri, seberapa bisa kamu mengikuti instruksi, dan tahu konsep yang diberikan untuk diperagakan

 

"Di samping kitanya punya passion di modelling—dan hal lainnya juga—kita perlu disiplin kerja." 


DEWI: Setelah ini, apa saja rencana Anda ke depannya untuk tetap hadir di bidang modelling?
 
DOMI: Saya bersama Laura Muljadi dan Paula Verhoeven mau menghadirkan wadah berbagi untuk para talenta di bidang ini. Bentuknya bukan mengajari, ya, lebih ke sharing place, gitu, sih.
 
Saya, Laura, dan Paula, kebetulan sama-sama punya background di bidang modelling, dan kami sama-sama sempat berada di tengah transisi regenerasi talenta. Jadi kami ada di tenga-tengah, nih, antara model dari generasi yang lebih senior dan yang baru-baru.
 
Kami kerap dicurhati soal profesi modelling ini, jadi terpikir untuk menyediakan wadah untuk berbagi pengalaman. Model-model yang baru terjun ke bidang ini mungkin merasanya sudah cukup tahu seperti apa medannya, tapi saat di lapangan bisa kaget juga.
 
Menjadi model itu, kan, memang nggak serta-merta terjun bebas aja. Ada beberapa hal yang pakem-pakemnya perlu dibagi oleh orang-orang yang sudah berkecimpung di sini. Harapannya, kita bisa saling menguatkan, berbagi ilmu dan saling mengajari, saling gerak bersama, deh, pokoknya.


Teks: Mardyana Ulva
Stylist: Jessica Esther
Asisten stylist: Carra Nethania
Fotografer: Andre Wiredja (@andrewiredja)
Busana: John Hardy, Studio Moral
Make Up: Acha Pramono (@acha.mono)
Hairdo: Cosmelynn (@cosmelynn)
Lokasi: Studio Kha Pondok Indah (@studiokhapondokindah)

 


 

 


Topic

Celebrity

Author

DEWI INDONESIA