Menulis merupakan salah satu cara menuangkan isi pikiran yang menumpuk agar beban batin terasa lebih ringan. Cara ini pula lah yang dilakukan para penyintas masalah kesehatan mental untuk memulihkan diri mereka, di samping melakukan konsultasi dan terapi dengan para professional di bidang ini. Tak sekadar menulis bagai jurnal pribadi, buku-buku yang ditulis dalam bahasa Indonesia ini bisa dijangkau oleh pembaca luas di toko-toko buku. Salah satu buku ini bahkan bisa diunduh secara gratis, demi bisa memberikan wawasan serta pemahaman tentang kesehatan mental kepada khalayak yang lebih luas lagi.
1. Lost and Found “A Journey Through Grief” oleh Nirasha Darusman
Nirasha Darusman, atau yang akrab disapa Nira, adalah seorang grief survivor atau penyintas pengalaman duka yang dalam buku ini bercerita tentang kisahnya mengarungi duka, setelah empat anggota keluarganya meninggal dunia. Proses untuk bisa move on dari griefing atau pengalaman berduka yang dialaminya ini baginya adalah sebuah perjalanan seumur hidup. Melalui buku yang diterbitkan oleh Kawan Pustaka ini, Nira berbagi tentang berbagai pelajaran hidup luar biasa melalui emosi demi emosi, kejadian demi kejadian yang dirasakannya dalam naik-turunnya ombak duka. Selain lewat tulisan, Nira juga mendirikan sebuah kelompok dukungan (support group) bagi para grief survivor yang bisa diakses di akun Instagram @grieftalk.2. Butterfly Hug, oleh Tenni Purwanti
Tenni merupakan salah satu penulis Emerging Indonesian Writers di Ubud Writers and Readers Festival 2015 yang kini berkarya di Narasi. Karya terbitan Buku Mojok ini merupakan buku kedua Tenni setelah buku kumpulan cerpen bertajuk “Sambal dan Ranjang.” Kedua bukunya sama-sama menyingung soal kesehatan mental; namun jika dalam kumpulan cerpennya kisah-kisah tulisannya berupa fiksi, dalam buku “Butterfly Hug” Tenni cukup blak-blakan bercerita tentang perjalanannya untuk pulih dari gangguan cemas. Ini merupakan buku yang tepat jika Anda ingin memahami perihal ini, karena di sini Tenni juga menuturkan kembali penjelasan psikolog yang mendampinginya dengan penjelasan yang mudah dimengerti. Lewat penuturannya di buku ini pula, pembaca diingatkan dengan nada bersahabat untuk 'being here and now,' menikmati dan menyadari sepenuhnya keberadaan kita saat ini, sebelum terbawa gelombang gelisah karena memikirkan kemungkinan buruk yang belum tentu akan terjadi.3. Anomali: Memoar Seorang Bipolar, oleh Elizabeth Novarina (Elnov)
Di tengah situasi karut marut, Elizabeth Novarina (Elnov) dinyatakan sebagai ODB (Orang dengan Bipolar) yang menghadapi persoalan mental dengan dua kutub konflik, yaitu ledakan kebahagiaan dan langit depresi yang kelam. Dalam buku ini, Elnov menceritakan semua dari sudut pandangnya. Pembacanya diajak melihat alam pikiran, menyelami bagaimana setiap hari ia harus bertarung dengan dirinya sendiri, tetapi juga bahwausaha tidak akan mengkhianati hasil. Buku ini bisa menjadi bacaan untuk mereka yang hidup dengan bipolar serta orang-orang di sekitarnya, untuk menumbuhkan empati bagaimana rasanya mengalami bipolar, kondisi psikologis yang tak mudah dijalani.4. Gelombang Lautan Jiwa, oleh Anta Samsara
Anta Samsara adalah penderita skizofrenia yang mendengar suara-suara yang mengejeknya. Ia mengalami gejala awal skizofrenia semenjak masa sekolah, termasuk berusaha bunuh diri karena kecewa dengan perlakuan orang-orang di sekelilingnya yang tidak memahami keadaan dirinya.Perjalanan jiwa dan ketidakmengertian keluarga membuatnya terombang-ambing dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Membaca psikomemoar ini akan membuat Anda menyadari bahwa perjalanan penderita skizofrenia tidaklah selalu berakhir buruk. “Gelombang Lautan Jiwa” diterbitkan pada Desember 2012 oleh Elex Media Komputindo, tetapi kini penulisnya mempublikasikan buku ini secara gratis sebagai bagian dari upaya untuk de-stigmatisasi terhadap gangguan jiwa. Anda bisa mengunduhnya di sini.Membaca sederet buku tersebut tak hanya memberikan gambaran mengenai masalah kesehatan mental. Selain membantu orang-orang di sekitar orang yang mengalami masalah kesehatan mental untuk bisa memahami lebih baik, kisah-kisah para penyintas ini juga mengajarkan untuk selalu mengupayakan kesembuhan saat jiwa kita sedang butuh untuk pulih. Lewat bercerita, belajar untuk membuka diri kepada orang lain, dan menemui psikolog/psikiater merupakan cara kita merawat (self-care) dan mencintai diri sendiri (self-love), serta memulai perjalanan untuk pulih.
MARDYANA ULVA
Foto: Unsplash