
Bangsa-bangsa Asia Tenggara disatukan oleh ikatan melampaui masa. Dari masa ketika pelaut Astronesia mengarungi samudera, pertukaran budaya mempertemukan pitarah dalam khazanah yang sama. Jakarta, sebagai salah satu kota tertua di dunia, adalah saksi bisu peradaban Asia Tenggara: dari masa sejak sebelum Prasasti Tugu ditanamkan di Koja, hingga kini pencakar langit menjulang di jantung segitiga emas Kuningan.
DKI Jakarta, jelang 500 tahun berdirinya kota ini, melawat hikayat kosmopolitan Jakarta dengan mengundang tiga perancang adibusana Asia Tenggara dalam gelaran ASEAN Fashion Parade di Jakarta Fashion Week 2026: Rizman Ruzaini (Malaysia), Frederick Lee (Singapura), dan Francis Libiran (Filipina).
Menyaksikan gelaran ini adalah pengalaman yang menggetarkan benang-benang hati dengan lebih personal. Ada kedekatan dalam garis rancang, kekariban yang hanya muncul dari ikatan serumpun. Pun, keunikan masing-masing khazanah budaya menghadirkan sebuah kesegaran yang baru.









Francis Libiran mengangkat khazanah kriya Filipina. Dari gaun berkerah terno para puan hingga kemeja barong untuk tuan diinterpretasi ulang dalam olah tenun tradisional. Palet warna rotan keemasan mengingatkan kepada budaya Filipino yang teramat dekat dengan alam; begitu mirip, teramat dekat dengan bangsa kita. Mimpi-mimpi Austronesia, akan gerabah tanah liat dan sampan kayu, bak mewujud dalam siluet voluminous yang meliuk-liuk.









Frederick Lee memboyong piawai adibusana Singapura. Di tangan Frederick Lee, dari lace hingga sifon, kulit hingga tulle, bukan sekadar membelut lekuk tubuh dengan elok, melainkan turut termanifestasi menjadi bentuk-bentuk fantastis. Ada kesan nan mentah dalam bentuk-bentuk yang dibesut; dahan dan ranting yang tumbuh dari masa depan robotik Butlerian. Singapura adalah negeri dengan geliat futuristis dan Frederick Lee menggeluti siluet avantgarde sesuai gelora pulau ini.









Rizman Ruzaini menghadirkan glamor dan keanggunan Malaysia. Silam-pukau eksotika tropika diciptakan ulang dalam gilap-gemerlap bordir dan kristal. Ragam corak dari kembang sepatu, bunga nasional Malaysia, hingga burung enggang, satwa khas Borneo, seakan hidup lewat sulam-sulaman kristal dan bulu. Semuanya dalam nirmana yang setimbang, dilatari struktur beludru arsitektural nan minimal.