Trokomod: Heri Dono dan Kuasa Imajinasi di Tengah Gejolak Zaman

Bagi

Suara seniman kerap hadir sebagai penyeimbang yang mengingatkan bahwa di tengah hiruk-pikuk turbulensi zaman, masih ada ruang untuk kontemplasi yang jernih. Dalam konteks ini, Heri Dono hadir bukan hanya sebagai perupa, melainkan juga sebagai narator yang memilih menyampaikan refleksi melalui bahasa yang tak biasa: humor, fantasi, dan simbol-simbol yang melampaui batas budaya.

Sejak awal kariernya, Heri Dono telah membentuk suatu dialektika unik antara yang tradisional dan yang kontemporer. Ia merajut wayang, mitologi lokal, dan realitas politik menjadi suatu visualitas yang segar—bukan sebagai pelarian, melainkan sebagai cermin yang memantulkan pergulatan manusia mencari makna. Karya-karyanya mengajak kita berhenti sejenak, merenung, dan bertanya: di manakah posisi kita dalam pusaran perubahan dunia?

Salah satu manifestasi dari gagasan itu adalah “Trokomod”, karya monumental yang pertama kali dipamerkan di Venice Biennale 2015 dan kini kembali hadir di Nuanu, Tabanan, Bali, sejak 12 September 2025. Kehadirannya bukan hanya untuk menjangkau audiens yang lebih luas, tetapi juga sebagai pengingat bahwa bangsa ini sejatinya lahir dari pertemuan-pertemuan yang plural, berlapis, namun tetap menyatukan.

Advertisement

“Trokomod”, karya monumental yang pertama kali dipamerkan di Venice Biennale 2015 dan kini kembali hadir di Nuanu, Tabanan, Bali, sejak 12 September 2025.

Nama “Trokomod” sendiri merupakan lakuran imajinatif antara “Kuda Trojan” dari Yunani Kuno dan “Komodo”, reptil endemik Indonesia yang telah mendunia. Bentuknya yang menyerupai makhluk amfibi raksasa berukuran 7,5 x 3 x 3,5 meter pun segera saja mengusik perhatian kita yang melihatnya.

Namun, lapisan dalamnya membuka wajah lain. Jika luarnya tampak garang, bagian dalam Trokomod justru hangat dan lembut dengan interior berbalut rotan, langit-langit dihiasi simbol-simbol batik dari berbagai agama. Kontras ini melahirkan metafora soft power diplomasi kultural: keras di luar untuk mengundang perhatian, namun halus di dalam untuk mengajak berdialog.

Di situlah Trokomod berfungsi sebagai kapal simbolis yang berlayar melintasi sejarah, budaya, dan geopolitik dunia. Ia adalah perwujudan diplomasi budaya dalam wujudnya yang paling personal sekaligus politis: garang di luar untuk mengundang perhatian, halus di dalam untuk mengajak berdialog. 

Karya ini bagai metafora yang menyatukan yang lokal dengan yang global, yang serius dengan yang jenaka, yang Timur dengan yang Barat. Dan melalui segelintir humor serta narasi kemanusiaan, Heri Dono mengajak kita semua untuk tidak hanya melihat, tetapi juga terlibat dalam percakapan yang lebih besar: tentang identitas, kekuasaan, dan masa depan bersama.

Foto: dok. Nuanu

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Jenna and Kaia Perkenalkan Koleksi Avery Bersama dr. Reisa Broto Asmoro

Next Post

Moonveils: Kode, Tubuh, dan Suara di Atas Kanvas

Advertisement

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.