Kata Pakar Gizi tentang Mitos Diet yang Menyesatkan
Cari tahu kebenaran mitos diet berikut ini dan hindari salah kaprah dalam berdiet yang berisiko buruk pada kesehatan Anda
27 Jun 2022



Banyak salah kaprah dan mitos seputar diet yang bila dilakukan bisa berdampak pada kesehatan kita. Salah satu contohnya adalah mitos soal diet keto yang banyak dilakukan orang, karena banyak pula yang berhasil turun berat badan setelah melakukannya. Namun yang banyak dilakukan orang belum tentu cocok dengan kebutuhan tubuh kita. Agar tidak salah kaprah, ketahui kebenaran mitos diet berikut ini lewat penuturan dr. Shiela Stefani M.Gizi, Sp.GK, AIFO-K, FINEM, dokter spesialis gizi di Halodoc.

Mitos 1: diet keto bisa untuk semua orang

Salah satu jenis diet paling populer yaitu diet keto, diet rendah karbohidrat—yang  dilakukan dengan mengurangi asupan karbohidrat, dan meningkatkan konsumsi protein serta lemak sehat. Meski lazim dilakukan oleh banyak orang, dr. Shiela mengatakan bahwa sebaiknya orang tidak sembarangan melakukan diet keto.
 
“Penelitian menunjukkan bahwa keto ini bagus untuk pasien epilepsi yang tidak terkendali dengan penggunaan obat-obatan,” jelas dr. Shiela di acara peluncuran fitur HaloDiet pada Selasa (14/6) lalu. “Jadi diet keto ini berperan sebagai tambahan terapi supaya kejangnya gak sering kambuh.”
 
“Nah, apa yang membuat diet ini populer? Pada penelitian tersebut, pasien yang diberi diet keto itu mengalam turun berat badan. Itu yang akhirnya viral,” imbuhnya lagi.
 
Ia juga menambahkan bahwa diet keto sejatinya tidak dibutuhkan setiap orang. Alasannya, perlu monitoring ketat dari dokter, dan tak semua orang cocok dengan jenis diet ini. Sarannya, lakukan diet dengan gizi seimbang yang dilakukan dengan konsisten.

Mitos 2: diet protein agar lebih berotot

Banyak orang percaya bahwa diet tinggi protein bisa membuat tubuh berotot. Menurut mitos ini, apabila kita mengonsumsi banyak protein, terutama daging merah, maka otot tubuh akan lebih banyak terbentuk.
 
“Apakah ini betul? Well, ini hanya mitos. Makin banyak makan protein bukan berarti otot makin nambah dan makin besar,” ujar dr. Shiela lagi.
 
“Buat yang ingin menambah massa otot, yang paling penting itu mengonsumsi cukup protein, bukan berlebihan. Konsumsi protein harian ini, juga perlu dikomibianasikan dengan Latihan, itu baru bisa menambah otot,” sambungnya.

Mitos 3: pasien diabetes tidak boleh makan nasi

Kepercayaan umum yang juga beredar di tengah masyarakat, yaitu bahwa pengidap diabetes atau kencing manis itu tidak boleh makan nasi. Menurut dr. Shiela lagi, hal ini juga salah satu mitos yang sebaiknya tidak dilakukan, karena tubuh kita memerlukan zat gizi karbohidrat sebagai sumber tenaga.
 
“Mengidap diabetes bukan berarti nggak boleh makan karbohidrat, terutama nasi.  Itu mitos," ungkapnya. “Maasih boleh kok makan karbohidrat kalau mengidap kencing manis, asal karbohidrat yang dipilih itu karbohidrat kompleks, seperti nasi merah, ubi jalar,  dan hindari karbohidrat sederhana seperti tepung dan gula.”
 
Menurut dr. Shiela, mengonsumsi karbohidrat  sederhana yang cepat dicerna tubuh bisa menimbulkan lonjakan gula darah. Kondisi ini yang tak baik bagi pengidap diabetes. Oleh karena itulah ia menyarankan untuk mengonsumsi karbohidrat sederhana yang akan dicerna perlahan oleh tubuh, sehingga tubuh tidak kaget dan kadar gula darah tetap terjaga.
 
“Tapi hati-hati juga, ya, bagi yang mengonsumsi obat penurun gula darah. Kalau nggak makan karbohidrat dan minum obat penurun gula darah, risikonya penurunan kesadaran karena kadarnya dalam tubuh drop,” sarannya.

 
Diet memang perlu dilakukan semua orang, asal tujuannya demi kesehatan. Menurut dr. Shiela, hal krusial dalam diet adalah konsistensi. Diet juga sebaiknya dilakukan seumur hidup dengan tujuan memiki tubuh sehat, sehingga kualitas hidup kita pun terjaga hingga usia lanjut.

 
MARDYANA ULVA
Foto: Pexels

 

 


Topic

Health

Author

DEWI INDONESIA