
ara Contemporary menghadirkan dua pameran tunggal dari Alisa Chunchue dan Mar Kristoff. Seri karya “Wound” oleh Alisa dan “Interloper” dari Mar Kristoff, menawarkan refleksi mendalam dari dua seniman muda yang berani. Karya yang mereka tampilkan merupakan bentuk dari narasi personal, mulai dari proses perjuangan yang terukir dalam luka, hingga rekaman memori yang disimpan rapi dalam album kenangan.
Menyelami Dualisme Luka melalui “Wound”

Pameran tunggal pertama seniman Thailand, Alisa mengisi area Main Gallery. Melalui seri karya “Wound”, Ia menelaah dualisme luka, sebuah konsep yang tak terhindarkan dalam kondisi manusia. Ketika luka menjadi temporer pada tubuh yang hidup, namun menjadi tanda yang permanen pada raga tak bernyawa.
Alisa menghadirkan karyanya dalam variasi warna tubuh, mulai dari aksen warna kulit hingga lapisan daging. Di atas kanvas Ia goreskan pola benang operasi yang biasa digunakan tim medis. Ia menampilkan pola benang yang berbeda, membariskan mereka dengan runtut dan rapi.

Pola benang dalam jahitan operasi ini menjadi representasi bahwa dalam proses penyembuhan, ada luka baru yang sengaja ditorehkan pada tubuh. Kita mengetahui proses ini akan mendatangkan luka baru, namun tetap diimplementasikan untuk menutup luka yang sudah ada.
Selain itu, sebagai seniman berbasis seni patung, Alisa juga menghadirkan sejumlah karya patung dengan material kaca. Ia membentuk kumpulan lekukan pola jahitan dengan warna yang lebih cerah, sengaja untuk menghadirkan kesan romansa ketika pengunjung masuk dalam area pameran. Kerangka dengan kurva organik hadir di ruang pameranya, mengalir lembut, transparan, namun rentan.
Lebih lanjut, Ia juga membentuk kaca dalam rupa jarum jahit yang biasa diaplikasikan pada kulit. Pemilihan material kaca ini menandai sifat yang rapuh seperti manusia. Bagaimana mereka harus dijaga dengan penuh kehati-hatian, karena ketika mereka hancur, maka pecahannya tidak akan bisa kembali seperti semula.
Sang seniwati juga sengaja menyusun ruang pameran seperti ruangan bedah rumah sakit. Ia menutupi seluruh lantai dengan warna biru yang terasa dingin, mengajak pengunjung untuk menggunakan pelindung sepatu sebelum memasuki ruangan, serta tirai putih sebagai pembatas antar ruang.

Seri karya ini menjadi tanda perjuangan bagi Alisa sendiri. Ia melihat pola jahitan operasi sebagai suatu proses, dan tiap karya yang Ia hasilkan dihitung sebagai penyembuhan.
Interupsi Ingatan dalam “Interloper”

Pameran tunggal Mar Kristoff mengisi Focus Gallery ara Contemporary. “Interloper” hadir sebagai representasi seseorang yang datang dan mengintervensi tanpa izin. Seri karya ini menjadi bagian perjalanan eksplorasi mendalam tentang memori, arsip, serta batas antara ranah privat dan publik.
Mar merekonstruksi album memori ayahnya beserta kumpulan foto yang Ia temukan secara daring. Namun, semua simpanan memori tersebut tidak pernah bersinggungan langsung dengan Mar. Ia tak pernah hadir seutuhnya dalam tiap momen tersebut, namun Ia menghadirkan kembali kumpulan memori ini dengan caranya tersendiri. Menunjukkan posisi Mar yang ambigu antara pihak luar sekaligus sebagai partisipan.
Dalam seri karya ini, Mar ingin menyampaikan bahwa tiap tangkapan memori memiliki kemampuan untuk mengungkapkan kebenaran sekaligus penipuan. Hal ini terlihat dari bagaimana Ia melihat kumpulan arsip foto keluarga beserta objek peninggalan mendiang ayahnya sebagai wadah memori yang netral. Arsip bukan sebagai wadah penyimpanan yang tetap, melainkan dianggap sebagai ruang dinamis yang berubah-ubah.
Melalui konsep ini, Mar menghadirkan gestur yang unik dalam lukisannya. Ia menggoreskan gestur pengaburan, pembingkaian ulang, serta pemindahan. Momen yang direkonstruksi sengaja Ia goyahkan dalam balutan hitam dan putih.
Kumpulan karyanya ini merefleksikan paradoks mengenai kenangan, dengan adanya keinginan untuk menyimpan kekal memori namun bertabrakan dengan kenyataan bahwa arsip pasti akan mengalami perubahan seiring jalannya waktu dan menghadirkan interpretasi baru. Dalam prosesnya, Mar memunculkan pertanyaan mengenai: Siapakah pemilik dari suatu gambar? Siapakah yang berhak menarasikannya?
Lebih lanjut, Mar juga menampilkan kumpulan objek yang ia replika dari barang-barang yang dekat dengan mendiang ayahnya. Patung-patung kecil dibuat dari cetakan, yang kemudian ditimpa dengan bahan seperti gesso. Karya ini menyampaikan keinginan Mar untuk menyimpan memori dalam bentuk benda. Ia menghadirkan sepatu masa kecil, saksofon, kumpulan kaset lampau, koper, serta cangkir.


Pada sudut ruangan, Mar menampilkan tayangan video kanal tunggal bertajuk “Puri Gading”. Video ini menjadi narasi perjalanan Mar ketika Ia kembali ke kampung halamannya, menyelami sudut-sudut rumah yang kini terasa asing. Video dengan durasi 19 menit ini menayangkan sisi khas dari kampung halamannya, mengarungi memori Mar kecil.
Diiringi oleh latar suara ciptaan Narayan Wiryawan, video tersebut menjadi tayangan yang amat personal. Narayan ikut menambahkan rekaman suara masa kecilnya bersama sang ayah, diikuti dengan Mar yang menghadirkan ilusi kue ulang tahun dari pecahan cetakan saksofon. Paduan ini menghadirkan renungan tentang budaya perayaan hari yang menandakan semakin dekatnya kematian.
Kedua pameran tunggal ini terbuka untuk umum pada tanggal 27 September hingga 02 November 2025 berlokasi di ara Contemporary, Jalan Tulodong Bawah I No. 16 Senayan, Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Teks: Nadia Indah
Editor: Mardyana Ulva