
Di dunia desain interior, Rica Jumaria Ishak bukan hanya melihat dinding, furnitur, dan pencahayaan. Ia melihat cerita, emosi, dan kehidupan yang akan mengalir di dalamnya. Sebagai seorang desainer interior dan anggota Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII) Jakarta, partisipasinya di ajang IFFINA+ 2025 menjadi bukti bahwa desain interior adalah sebuah disiplin yang hidup, dinamis, dan penuh dengan narasi manusiawi.
Filosofi Desain: Ruang adalah Pengalaman
Bagi Rica, esensi desain interior jauh melampaui keindahan visual semata. Ia memandang ruang sebagai sebuah entitas hidup yang berinteraksi dengan penghuninya.
“Bagi saya, ruang adalah pengalaman: pengalaman estetika dan pengalaman fungsi. Di dalamnya ada emosi, ada tingkah laku manusia… karena kami mendesain ruang berdasarkan aktivitas penggunanya dan kenangan,” ungkapnya.
“Seiring berjalannya waktu, saya juga melihat bahwa ruang merupakan pencatat dan perekam aktivitas terbaik,” katanya lagi.
Setiap proyek yang ia kerjakan pun selalu dimulai dengan menyelami cerita, pengalaman, dan harapan klien, yang kemudian ia terjemahkan ke dalam bahasa desain yang kontekstual dan personal. Proses ini ia sebut sebagai mencipta yang berangkat dari rasa.
“Setiap saya menciptakan ruang, saya selalu berangkat dari klien saya. Cipta yang berangkat dari rasa adalah identitas,” imbuhnya.
Inovasi dan Empati: Desain Interior Mobile untuk Pemberdayaan
Salah satu pengalaman paling berharga dalam karier Rica adalah ketika ia berkolaborasi dengan desainer Korea Selatan, Mr. Seo Jun, untuk sebuah proyek inovatif: mendesain counseling space dalam sebuah mobil bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, sebuah inisiatif dari Hanwha Life Korea dan Save The Children Indonesia.
Proyek “desain interior mobile” ini menantangnya untuk berpikir di luar konvensi. Keterbatasan ruang mobil harus diubah menjadi ruang yang aman, nyaman, dan mampu memulihkan suasana hati.
“Fungsi dan rasa: Kombinasi yang luar biasa bagaimana prosesnya menjadi pengalaman berharga buat saya,” kenangnya.
Inovasinya berfokus pada stimulasi panca indera. Ia memilih warna, pencahayaan, tekstur material, hingga aroma yang menenangkan. Tata letak furnitur dirancang untuk menciptakan rasa aman dan nyaman secara psikologis. Proyek ini membuktikan keyakinannya bahwa desain yang baik harus memberikan kebebasan dan kenyamanan, khususnya bagi perempuan.
Melibatkan Suara Perempuan
Rica menyadari bahwa ruang publik seringkali tidak dirancang dengan mempertimbangkan perspektif perempuan. Itulah mengapa, baik dalam proyek residensial maupun publik, Rica selalu melibatkan perspektif perempuan untuk menciptakan solusi desain yang benar-benar memenuhi ekspektasi dan kebutuhan yang inklusif. Baginya, mendengarkan adalah langkah pertama dalam menciptakan ruang yang memberdayakan dan membebaskan.
“Kepekaan dalam mendukung aktivitas khusus perempuan inilah yang menjadikan desain interior tidak lagi menjadi penghalang bagi para peremuan untuk bisa berdaya di berbagai ruang,” ujarnya lagi.
Kolaborasi dengan mode




Rica hadir di IFFINA+ 2025 sebagai perwakilan asosiasi yang membawa suara dan kebutuhan nyata para desainer interior. Inisiatif terkininya adalah sebuah kolaborasi unik yang mengaburkan batas antara desain interior dan fashion.
Berkolaborasi dengan percancang busana Wilsen Willim, Rica menggali kebutuhan fungsional dan estetika para profesional kreatif di bidangnya. Koleksi yang dihasilkan dirancang untuk menjadi ‘second skin’ yang mendukung aktivitas mereka, nyaman dikenakan selama bekerja di lokasi proyek atau kantor, namun tetap elegan dan powerful untuk menghadiri pertemuan klien atau acara networking di malam hari.
“Karya yang saya hasilkan bersama teman-teman asosiasi yang paling penting adalah pengalaman dan pengetahuan; tentang sejauh apa kami berkontribusi untuk industri kreatif, dan pentingnya kolaborasi sesama creative professional,” tutupnya.
Foto: Adi Setyanto/HDII Jakarta