Kata Ayla Dimitri dan Sonia Eryka tentang Eksperimen Likes Instagram
Dengan disembunyikannya jumlah Likes, media sosial tak lagi jadi ajang adu popularitas.
18 Nov 2019




Sejak pertama kali diumumkan pada awal tahun dan diuji coba pertama kali di Kanada pada April lalu, langkah Instagram untuk menyembunyikan jumlah Likes masih menuai perdebatan. Dengan disembunyikannya jumlah Likes, digadang-gadang akan menurunkan performa engagement dari para content creator karena semacam tidak ada lagi “obligasi” untuk menyukai suatu unggahan.

Berdasarkan laporan influencer marketing platform, HypeAuditor yang dilansir Social Media Today, memang terjadi penurunan engagement di negara-negara di mana uji coba ini dilakukan dengan Jepang menjadi satu-satunya anomali. Di Jepang, nampak tidak ada perbedaan tingkat engagement atau bahkan peningkatan di tier yang lebih tinggi.

Hal ini juga menjadi salah satu kekhawatiran Ayla Dimitri, salah satu Instagram darling Indonesia dengan 308.000 pengikut di platform itu. Menurutnya dampak penurunan tingkat engagement ini bisa memberatkan terutama bagi micro dan nano influencer karena engagement rate bagi mereka masih sangat penting sebagai daya tawar. Begitu pula kemungkinan klien yang bisa saja tetap memasang target engagement rate sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah campaign.

Tapi di luar itu, Ayla menyatakan dukungannya atas langkah Instagram ini. Menurutnya hal ini akan membuat khalayak lebih fokus dengan kualitas konten ketimbang jumlah Likes. “Jadinya Likes bukan lagi social media currency, dampaknya tentu baik bagi kesehatan mental karena social currency itu yang membuat semacam tekanan untuk fit in dengan standar tertentu,” katanya ketika dihubungi Dewi, 18 November 2019.

Dengan demikian harapannya unggahan Instagram tidak lagi menjadi ajang adu popularitas dan adu trendy yang kerap membuat konten para influencer terlihat “seragam”. Blogger dan content creator Sonia Eryka, yang kini sudah diikuti 199.000 pengguna Instagram, juga menyatakan dukungannya atas langkah Instagram ini. “Angka di bawah foto secara tidak sadar bisa mendikte apa yang ‘trendy’ dan yang tidak, sedangkan itu bukan ukuran yang akurat,” jelas Sonia kepada Dewi, 18 November 2019.

Ia pun menyatakan ini sebuah langkah yang baik oleh Instagram untuk mendorong para penggunanya lebih menunjukkan sisi orisinalitas dan keunikan masing-masing individu sebagai creator. Karena dengan begitu para pengguna betul-betul membuat konten sesuai karakternya tanpa memerdulikan berapa orang yang menyukai konten itu.

Lalu apa yang kemudian bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan konten di Instagram nantinya? Menurut Ayla, koneksi dan interaksi nyata antarpenggunalah yang nantinya mungkin bisa dijadikan tolak ukur. “Akhirnya yang bisa melihat dampaknya itu kan klien, apakah ada sales? awareness? Apakah pesan mereka tersampaikan? Hal itu pada akhirnya bisa dilihat dari interaksi dengan audiens kita,” ujar Ayla.

Dengan menjadikan respons nyata para pengguna lain sebagai tolak ukur, keduanya berharap tiap-tiap orang bisa lebih meguatkan konten masing-masing. “Jadi semoga setelah ini akan lebih banyak content creator yang berani bereksperimen dengan kontennya dan tidak selalu ‘seragam’ dengan dengan konten yang banyak disukai orang di Instagram,” tutup Sonia. (SIR). Foto: Dok. Istimewa.


 

 


Topic

Culture

Author

DEWI INDONESIA