Perahu Pustaka Pattingalloang, Perpustakaan Terapung di Sulawesi Barat dari Ridwan Alimuddin
Demi membantu anak-anak di daerah terpencil mendapatkan buku bacaan melalui perpustakaan terapung-nya, Ridwan Alimuddin rela tinggalkan pekerjaan untuk fokus pada Perahu Pustaka Pattingalloang.
16 Sep 2016




Indonesia, negara maritim di mana masa depan tak sebatas berada di daratan. Ada laut dan kepulauan yang menyimpan benih bagi kemajuan bangsa. Selama nyaris 20 tahun, Ridwan Alimuddin meneliti kelautan dan maritim di Indonesia. Ia pernah belajar di Fakultas Pertanian studi Perikanan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kecintaan pada laut dan hasratnya pada pustaka membawa pemikirannya pada gerakan Perahu Pustaka. Di akhir bulan Maret 2015, terjadi percakapan berujung diskusi di media sosial Twitter tentang ide untuk membentuk Perahu Pustaka. Selain Ridwan Alimuddin (akun @iwanmandar), turut serta yaitu Nirwan Arsuka (@art_suka), Kamaruddin Azis (@d3nun), Anwar Rachman (@thejimpe), dan Aan Mansyur (hurufkecil). Lokasi mereka saling berjauhan tersebar di Jakarta, Makassar, dan Mandar Sulawesi. Namun kerap terhubung dan berteman akrab melalui gerakan literasi di Sulawesi Selatan.
Karena berasal dari kampung pesisir dan menguasai ilmu kelautan, maka Ridwan Alimuddin dan Kamaruddin Azis yang mengusulkan beragam ide dan pemikiran untuk Perahu Pustaka. Ridwan berasal dari Pambusuang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat dan Kamaruddin berasal dari Galesong, Takalar, Sulawesi Selatan. Ridwan mengajukan perahu ‘baqgo’ yang mampu mengangkut buku-buku ke seberang pulau sekitar Selat Sulawesi dan dianggap sesuai sebagai perpustakaan terapung. Perahu Pustaka pun dikenalkan ke publik dalam acara Makassar International Writers Festival 2015. Perahu Pustaka itu diberikan nama ‘Perahu Pustaka Pattingalloang’. Nama tersebut menyerap inspirasi dari nama Karaeng Pattingalloang, seorang ilmuwan asal Makassar.             
Perahu Pustaka adalah gerakan yang menggunakan transportasi perahu untuk membawa buku-buku ke pesisir dan pulau-pulau kecil di Sulawesi dan Kalimantan. Perahu memuat sekitar 4.000 buku yang didominasi buku anak-anak karena memang menyasar anak-anak. Berbagai buku pelajaran sekolah, komik, novel, buku-buku fiksi, hingga majalah. Buku-buku ini dibawa menuju pulau-pulau seperti Pulau Battoa, Pantai Bahari, Pulau Malunda, Pulau Sendana, Pulau Pamboang, dan Pulau Bala Polman. Perahu Pustaka melakukan pelayaran setiap bulannya selama tujuh hari berturut-turut. Selain Ridwan, ada tiga pelaut yang turut serta berlayar. Selain berlayar ke pulau-pulau kecil dan terpencil di perairan Sulawesi Barat, perahu ini pun mendatangi masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai, badan sungai dari hulu ke hilir, dan muara. Melalui Perahu Pustaka, Ridwan Alimuddin hendak menularkan kegemaran membaca buku dan menciptakan semangat belajar. Komitmennya ini dibuktikan Ridwan dengan mengundurkan diri sebagai wartawan di salah satu media cetak di Sulawesi Barat. “Saya ingin bisa fokus dan sepenuhnya mengurus Perahu Pustaka Pattingalloang”, ujar Ridwan kepada dewi. Dari gerakan Perahu Pustaka, Ridwan menemui kenyataan bahwa anggapan rendahnya minat baca orang Indonesia itu tidak benar. Ketika Ridwan bersama Perahu Pustakanya datang, anak-anak menampilkan sikap antusias. Katanya, “Selama ini mereka sulit mendapatkan buku. Anak-anak tidak dibiasakan membaca, bukan tidak suka membaca”.
Media sosial facebook, twitter, instagram, dan youtube amat berperan untuk memperoleh buku-buku. Perahu Pustaka menerima banyak donasi buku dari Jakarta dan Makassar. Lebih dari 500 buku dikirimkan dari Jakarta dan untuk kesamaan judul buku, Ridwan menyerahkannya ke komunitas baca lainnya di Sulawesi Barat. Aksi menyebarkan budaya membaca melalui perahu diikuti pula adanya tantangan dari alam. Kegiatan Perahu Pustaka sangat perlu memperhitungkan cuaca dan kondisi laut. Keselamatan menjadi syarat utama agar buku-buku dapat diterima dengan baik oleh anak-anak dan penduduk pulau.
Cara menyiasatinya, Perahu Pustaka tidak berlayar ketika musim barat atau musim angin kencang yang biasanya terjadi di bulan Desember hingga Februari. Selain cuaca, jauhnya lokasi pulau kecil menjadi kendala lain. Misalnya, Kepulauan Spermonde di bagian barat Sulawesi Selatan yang jaraknya menempuh lebih dari 100 km dan butuh waktu 24 jam berlayar. Lalu ada Kepulauan Bala-balakang yang terletak di antara Sulawesi dan Kalimantan dengan jarak tempuh lebih dari 200 km dan 48 jam berlayar. Biaya operasional yaitu upah pelaut dan bahan bakar perahu serta kondisi laut menjadi tantangan Perahu Pustaka. Bahwa Perahu Pustaka sulit dilayarkan setiap hari sepanjang tahun. “Namun apa pun kendalanya, cuaca atau biaya, gerakan literasi tetap berjalan. Misi Perahu Pustaka amat penting untuk diupayakan yaitu membuka akses anak-anak Indonesia ke bacaan berkualitas”, kata Ridwan. (RR) Foto: Dok. Ridwan Alimuddin 
 

 

Author

DEWI INDONESIA