Ragam Gagasan Agus Suwage dalam Pameran The Theater of Me
Lebih dari 80 karyanya ini mengelaborasi kompleksitas hubungan antara manusia dan kekuasaan dalam konteks reformasi di Indonesia
7 Jun 2022



Bagi perupa Agus Suwage, pameran bertajuk “The Theater of Me” adalah sebuah perjalanan melihat kembali karya-karya yang pernah dibuatnya selama 30 tahun berkarir di dunia seni. Ada lebih dari 80 karyanya yang ditampilkan dalam pameran yang digelar di Museum MACAN ini, yang terdiri dari karya instalasi, patung, lukisan, dan seni gambar.
 
“Melihat ini semua saya menyadari bahwa saya cenderung menggali karya-karya lama, yang saya pelajari, lalu dikreasikan kembali sesuai zamannya,” tutur Agus Suwage di acara pembukaan pamerannya di Museum MACAN, pada Kamis (2/6/2022) siang lalu.
 
Beberapa karya yang dimaksud itu salah satunya adalah lukisan bertajuk “Maka Lahirlah Angkatan ’90-an” (2001) yang ‘mereka-ulang’ lukisan "Maka Lahirlah Angkatan 66" (1966) karya S. Sudjojono. Selain itu di bagian depan ruang pamer, pengunjung juga bisa melihat re-imajinasi Agus Suwage yang lebih baru, yang berjudul “Fragmen Pustaka—Penghormatan kepada Raden Saleh” (2016). Seperti judulnya, karya ini sang perupa mengambil inspirasi dari lukisan Raden Saleh yang berjudul “Antara Hidup dan Mati” (1870).

 
“Fragmen Pustaka—Penghormatan kepada Raden Saleh” (2016) karya Agus Suwage
 
Kurator pameran yang juga merupakan direktur Museum MACAN, Aaron Seeto, menyebut bahwa pameran ini mengeksplorasi perkembangan karya Agus Suwage dalam konteks reformasi di Indonesia. Ia berkata, “Agus Suwage menangkap ketakutan dan harapan generasi era reformasi lewat karya-karyanya; mengelaborasi kompleksitas hubungan antara manusia dan kekuasaan, serta sebuah penghormatan bagi para mahasiswa di era tersebut.”
 
Selain menyoroti berbagai gagasan sosial-politik di era reformasi, ide-ide tentang kemanusiaan, keberagaman, bahkan kematian yang didapat dari kehidupan sehari-hari juga banyak menginspirasinya. Contohnya adalah karya instalasi bertajuk “Tembok Toleransi” (2012) yang menghadirkan telinga-telinga emas bersuara adzan yang menempel di dinding. Ada pula berbagai patung dalam wujud tengkorak manusia yang menggambarkan kematian, tetapi hadir dalam bentuk yang indah—misalnya berbalut emas, atau berhias sulur tetumbuhan dalam karya “Eros Kai Thanatos #4” (2017).

 
Kiri ke kanan: "Tembok Toleransi" (2012), “Eros Kai Thanatos #4” (2017), “Maka Lahirlah Angkatan ’90-an” (2001)

Agus Suwage juga kerap menggunakan potret dirinya sendiri untuk mengkritisi fenomena sosial yang dilihatnya. Katanya, itu merupakan bentuk keterbukaannya terhadap kritik, sebelum ia mengkritisi berbagai hal di luar dirinya. Bermacam refleksi yang jujur darinya itu menjadikan pameran ini terasa begitu personal, tetapi juga menyajikan begitu banyak wawasan—terutama sepanjang praktik kekaryaan Agus Suwage. Tak mengherankan, sebab bagi si perupanya sendiri, berkarya itu seperti mengeluarkan uneg-uneg.
 
“Apa yang mengganggu pikiran dikeluarkan lewat karya. Ini bagai obat yang mengobati kegelisahan,” ujar Agus Suwage lagi.
 
Meski sederet karya ini membalut beragam gagasan filosofis sang seniman tentang zaman, estetika yang dihadirkan Agus Suwage ini akan membuat setiap pengunjung berdecak kagum tanpa mengerutkan kening.  Pameran “Agus Suwage: The Theater of Me” hadir di Museum MACAN selama periode 4 Juni hingga 15 Oktober 2022.

 
MARDYANA ULVA
Foto: dok. Dewi, Museum MACAN

 


Topic

Art

Author

DEWI INDONESIA