Pertemuan Budaya Indonesia dan Australia di Panggung Runway JFW 2023
Kolaborasi kelima Jakarta Fashion Week dan Kedutaan Besar Australia untuk menghadirkan individu-individu kreatif di bidang mode
3 Nov 2022




Jakarta Fashion Week (JFW) dan Kedutaan Besar Australia kembali berkolaborasi untuk kelima kalinya untuk memajukan industri mode Tanah Air. Namun kali ini, Australia ingin berkolaborasi dengan individu-individu kreatif Indonesia dan alumni-alumni Australia dari Indonesia, ujar Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams. Keinginan tersebut kemudian diwujudkan dengan dihadirkannya panggung bersama antara seorang desainer asli Australia, Denni Francisco dengan dua orang desainer ternama Indonesia yang pernah menempuh pendidikan di Australia, yaitu Auguste Soesastro dan Friederich Herman di panggung utama Jakarta Fashion Week 2023.

 

NGALI oleh Denni Francisco


Denni Francisco merupakan perempuan berlatar belakang asli suku Wiradjuri dan mempersembahkan koleksi busana di bawah jenama NGALI, yang diambil dari bahasa Aborigin berarti 'kita' atau 'kami'. Lewat NGALI Denni Francisco memperkenalkan budaya suku Aborigin dan suku Kepulauan Selat Torres.  Didirikan pada tahun 2018, NGALI merupakan sebuah media untuk Denni berkolaborasi dengan seniman penduduk asli dan mendukung komunitas mereka.

NGALI mengangkat motif-motif asli dari kekayaan budaya Australia yang diterapkan pada pakaian ready-to-wear yang nyaman. Motif-motif yang digunakan menunjukkan penghormatan Denni terhadap unsur keaslian budaya dan cerita atau filosofi di baliknya, namun dengan pendekatan yang lebih modern melalui pemilihan kain. Kain-kain tradisional Australia dikenal memiliki motif dan bahan yang kuat dan kaku, namun Denni berhasil menciptakan opsi yang lebih ringan sehingga tepat untuk dikenakan sehari-hari. Denni percaya bahwa pakaian dari NGALI berkualitas tinggi dan serbaguna sehingga tidak perlu disimpan untuk acara-acara khusus. Pakaiannya dapat digunakan kapanpun, dari satu musim ke musim selanjutnya, tidak mengikuti tren-tren khusus tetapi menerapkan prinsip slow-fashion. 

Setiap koleksi NGALI memiliki ceritanya sendiri. Itulah yang diharapkan oleh Denni, bahwa NGALI bisa menjadi sebuah platform budaya untuk mengkomunikasikan cerita kepada khalayak yang lebih luas dan bagaimana fashion dapat mengubah pola pikir seseorang dalam banyak hal, seperti fashion yang menunjukkan rasa hormat, sopan, perhatian, lembut dan menghormati Negara. Untuk koleksinya kali ini, Denni memilih bahan sutera yang lembut dan sejuk, cocok digunakan di iklim tropis seperti Indonesia. Warna-warna yang muncul pun beragam, namun dipadukan dengan sangat hati-hati dan dipertimbangkan dengan baik untuk keselarasan tiap busana. Hal ini diwujudkan melalui bentuk desain yang beragam namun saling beriringan harmonis, sesuai dengan kata 'bersama' atau 'together' yang menjadi salah satu kata kunci inspirasi utamanya. 

KRATON oleh Auguste Soesastro


Lahir di Jakarta dan tumbuh besar di beberapa negara antara lain Belanda, Amerika Serikat, dan Australia, Auguste Soesastro menyelesaikan pendidikan di jurusan Architecture and Digital Arts di University of Sydney dan Australian National University. Pada tahun 2008, Auguste Soesastro mendirikan label ready to wear KRATON, yang menggabungkan teknik menjahit adibusana dengan kain mewah kelas atas dengan kepraktisan pakaian siap pakai. KRATON berfokus mengangkat pakaian tradisional Jawa yang didesain secara minimalis dan modern. Auguste dengan koleksi KRATON telah diakui secara internasional dengan beberapa karya yang telah dipamerkan di New York, London, Paris, Milan, Roma, Singapura, Jakarta.  

Tema Evolution of Heritage Garments yang dihadirkan oleh Auguste di Jakarta Fashion Week 2023 bertujuan mendefinisikan ulang pakaian Indonesia untuk pasar Internasional. Menempuh masa belajarnya di Australia dalam bidang arsitektur, Auguste terbiasa membangun pakaian yang kuat struktur bangunan polanya. Selain itu, Auguste menggunakan teknik reduksi volume dan membuang unsur-unsur kurang penting pada tiap desain. KRATON juga menerapkan praktek produksi ramah lingkungan yang lebih memperhatikan daya pakai kain terhadap ketahanan rancangannya.

Untuk koleksinya kali ini, Auguste memasukkan unsur pakaian khas Jawa di era kolonial dan poskolonial, berupa modifikasi blangkon, sejenis topi pas kepala dari batik, yang populer dipakai kalangan terpelajar Jawa pada masa itu. Auguste juga menghadirkan tailored beskap dengan rok berpotongan jarik yang dipadukan dengan kemeja putih rapi, layaknya pakaian yang dikenakan oleh kaum kelas atas pribumi Jawa di era kolonial. Ada pula celana dengan potongan lebar menyerupai kulot dengan kain batik, serta gaun dengan desain minimalis yang dipadukan dengan detail-detail tradisional.

Friederich Herman


Friederich Herman meraih beasiswa Australia Awards pada tahun 2017 untuk menempuh kursus singkat di bidang fashion di School of Fashion di Queensland University of Technology di Brisbane. Pada tahun 2012, ia mendirikan label dengan namanya dengan konsumen kaum muda cerdas bergaya chic, yang mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang gaya hidup urban. 

Koleksi yang ia tampilkan kali ini terinspirasi dari film cult Prancis yang dibuat menjadi film dokumenter klasik di tahun '90-an. Friederich menghadirkan total 15 koleksi dengan nuansa klasik Eropa namun juga menyenangkan. Potongan tailoring dengan siluet tegas yang dihadirkan dalam koleksi ini juga dipadukan dengan aksesori topi tinggi sehingga memberikan kesan misterius dan mahal. Untuk menyeimbangkan kemisteriusan dari koleksi ini, Friederich juga menghadirkan sisi feminin dari desainnya, seperti hadirnya structured puffed sleeves, permainan sheer inner, aksen pleats, permainan potongan corset bustier, serta pilihan bahan floral, dan motif paisley.

Friederich juga menggunakan warna-warna cerah yang berani bersama dengan warna gelap yang menenangkan, menjadikan keseluruhan koleksi ini memberikan rasa penasaran untuk penontonnya, meskipun dari segi desain banyak memasukkan elemen pakaian formal yang notabene umum dipakai oleh orang dewasa. 

 

CARRA NETHANIA
Editor: Mardyana Ulva

Foto: Jakarta Fashion Week


 

 

Author

DEWI INDONESIA