Snugg, Kolaborasi Teknologi dan Fashion yang Cocok untuk Iklim Tropis
Snugg menawarkan terobosan pakaian anti bakteri, anti bau, dan anti air.
25 Feb 2021


1 / 5
Kelembapan udara yang cukup tinggi di iklim tropis seringkali membuat beragam masalah. Salah satunya adalah kecenderungan pakaian yang dikenakan memiliki aroma yang tidak sedap. Memahami permasalahan ini, produsen pakaian lokal Snugg memproduksi pakaian yang mengadopsi teknologi khusus. Tiap helai dari Snugg  menjadi anti bau, anti bakteri, dan anti air. Berbahan jersey yang 100% terbuat dari katun, seri Jersey Tech keluaran Snugg, berfokus memberikan kenyamanan bagi para pemakai.   
 
“Kami ingin menciptakan sebuah pakaian yang mampu memberikan kenyamanan bagi tiap pemakai. Suhu udara di Indonesia cenderung tinggi, tetapi hujan yang turun tanpa henti juga membuat masyarakat membutuhkan pakaian hangat yang bisa membuat mereka merasa nyaman saat beraktivitas. Namun kami paham bahwa pakaian hangat seringkali memicu keringat berlebih, yang ketika berpadu dengan bakteri pada kulit bisa menimbulkan bau badan,” kata Elisabeth Kurniawan selaku pendiri Snugg.
 
Elisabeth bersama dengan Catherine Halim mendirikan Snugg sebagai sebuah tawaran terobosan baru. Mereka berdua sebelumnya merupakan dua pebisnis perempuan dengan pengalaman ekstensif dalam bidang consumer brand, ritel, dan teknologi. Berangkat dari pengalaman kerja di bidang consumer tech dan retail selama lebih dari 13 tahun, Elisabeth telah mendirikan jaringan belanja eksklusif The Shonet serta mendapatkan sembilan juta user dan 11.500 jejaring di industri fashion dan kecantikan.
 
Catherine pun berkompetensi dalam bidang manajemen dan pemasaran, serta saat ini telah mendirikan bisnis kedai kopi KISAKU bersama teman-temannya. Pernah bergabung bersama Ride Jakarta dan Bank HSBC juga turut memperdalam pengalaman kerjanya. Tidak hanya itu, karena saat ini ia juga sering memberikan pelatihan bisnis dan pemasaran, berkolaborasi dengan perusahaan lokal dan internasional.
 
Semua pengalaman kerja tersebut memicu keinginan Elisabeth dan Catherine untuk membuat sebuah produk fashion berbasis teknologi. “Kami sadar bahwa menciptakan sebuah produk fashion berkualitas premium tidak hanya membutuhkan desain apik, tapi juga pemahaman intensif terkait bisnis, produk, dan tentunya kanal teknologi yang akan membantu meningkatkan pemasaran,” jelas Elisabeth.
 
Bakteri akan lebih mudah berkembang pada kisaran suhu 4°C - 60°C, dan tumbuh dua kali lipat lebih banyak setiap 20 menit. Perpaduan antara suhu udara dan tingkat kelembaban udara tinggi membuat tubuh lebih banyak menghasilkan keringat agar suhu tubuh tetap terjaga normal. Keringat pada dasarnya tidak berbau, tetapi perpaduan keringat dan bakteri pada kulit bisa menyebabkan bau badan.
 
Namun Elisabeth juga mengingatkan kalau berkeringat merupakan hal yang lazim terjadi di wilayah beriklim tropis seperti Indonesia. Saat bau badan dan bakteri timbul, maka hal tersebut akan mengganggu kesehatan pemakai dan kenyamanan orang di sekitarnya. “Oleh karenanya kami menggunakan bahan jersey yang 100% terbuat dari katun, serta memiliki keunggulan nyaman dipakai, mudah menyerap keringat, dan cepat kering, sehingga membuat pakaian menjadi anti bau. Dipadu dengan teknologi anti air yang mencegah percikan air menempel pada pakaian, serta anti bakteri untuk mengurangi risiko penularan penyakit di masa pandemi, kami berharap agar ketiga teknologi ini bisa membantu meningkatkan tingkat kenyamanan pemakai,” tambah Elisabeth.
 
Snugg. diklaim menawarkan kebutuhan masyarakat Indonesia akan pakaian yang nyaman untuk tetap #dirumahaja. Selain mengadopsi teknologi anti bau, anti bakteri, dan anti air, tiap baju keluaran Snugg. dirancang sedemikian rupa agar memberikan kenyamanan bagi tiap pemakai. Hangat di musim hujan, dan cepat menyerap keringat di musim kemarau. Namun ketika perlu keluar untuk berbelanja keperluan rumah tangga, teknologi anti bakteri dan anti air akan melindungi sang pemakai secara lebih baik. (SJH) Foto: Snugg


 

 

 


Topic

Fashion

Author

DEWI INDONESIA