Arief Suditomo dan Dunia Dalam Media
Dari penggunaan mesin tik hingga televisi digital, Arief Suditomo telah menjadi saksi perkembangan media yang pesat. Lahir dan besar di lingkungan media, Arief punya rencana menghabiskan masa pensiunnya di dunia yang membesarkannya.
24 Mar 2020






Profesi Arief mengharuskannya menjadi pribadi yang berani, aktif, juga asertif. Sesuatu yang tidak secara alami dengan mudah ia lakukan. Ini diakuinya sempat menghambat awal kariernya. Tapi ternyata cinta memang dapat mengalahkan segalanya, termasuk juga mengubah Arief yang pemalu menjadi pria yang kita liat cuap-cuap dengan mudahnya di layar kaca dan di depan orang banyak. Cintanya pada jurnalisme membuatnya berubah. Apakah mudah? Tentu tidak. “Tapi apakah saya berhasil mengatasi itu semua? Ya, saya berhasil. Cara mengatasinya tidak lain dengan berdialog dengan diri sendiri sambil bilang kamu pasti bisa.

Perkembangan teknologi dan media sosial membuat cara hidup kita berubah. Coba tanya pada diri sendiri, rata-rata berapa lama Anda menghabiskan waktu dalam sehari menonton televisi? Banyak yang telah beralih ke layanan OTT (Over The Top), sebuah layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet, seperti Netflix dan Amazon Prime. Memang hidup jadi lebih mudah. Menonton film, serial, talk show, dan lainnya dapat dilakukan secara on the go melalui ponsel. Untuk urusan mengonsumsi media, Arief mencoba merangkul keberagaman. Di satu sisi, ia mengatakan masih tradisional, membaca koran setiap pagi, mendengarkan radio, dan menonton televisi. Di sisi lain, ia juga mengkonsumsi berita melalui media sosial seperti Twitter sementara Facebook ia jadikan referensi berita dan hiburan. Instagram, ia hanya mengunggah foto minimal seminggu sekali. Arief hanya tertawa ketika ditanya mengapa akun Instagramnya dikunci. Ia lantas mengambil ponsel yang diletakkan di meja. “Saya hanya ingin merasa nyaman dengan orang-orang yang saya kenal. Saya menanganinya sendiri, tidak direkayasa sama sekali,” ujarnya.“Seperti begini kan menambah satu lagi follower,” kata dia sambil membuka aplikasi instagram

Mesti tidak begitu menyukai serial, layanan OTT pun ia lahap. Favoritnya adalah Designated Survivor yang dibintangi Kiefer Sutherland. Tapi yang tidak bisa terlewatkan adalah menonton bioskop berdua bersama sang istri, Puji Lidya Susanti Karamoy, satu kali setiap minggunya. Dua anak lakilaki mereka kadang ikut menyertai, kadang tidak. “Mereka lebih pilih-pilih. Saya masih punya kebiasaan lama yang tidak bisa saya hapus tapi juga menerima new media yang pada akhirnya menjadi referensi hiburan dan berita sehari-hari,” pungkasnya

Khususnya untuk dunia televisi, karena di situlah ia paling lama berkarier, Arief optimis. Jika berpatokan dari angka advertising expenditure, televisi Indonesia masih memegang dominasi dibanding media lain. Perlu waktu yang mungkin tak sebentar untuk media-media baru menyusulnya. Namun ia sudah terus memikirkan antisipasinya. “Yang kami persiapkan di Media Grup sendiri, kami sudah mulai berpikir bahwa bisnis konten ini harus ditopang dalam multi platform. Along the way, kami akan bisa melihat mana yang akhirnya bisa diprioritaskan. Lalu kita fokuskan.Bisa kami antisipasi sambil jalan tanpa mengorbankan satu hal atau yang lain,” ujarnya

Perkembangan teknologi juga menimbulkan kesenjangan antar generasi, apalagi di dunia kerja, tempat bertemunya orang dari berbagai usia yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka bersama. Yang muda pasti lebih lihai berselancar di internet dan menerima ide-ide yang lebih gila soal apa saja. Menanggapinya Arief menjawab tanpa berpikir lama-lama. “Saya yang usianya menjelang 52 ini dengan anak-anak di luar sana, mereka sudah masuk kategori anak-anak saya. Tapi dalam teknologi, kita semua terpapar pada teknologi yang sama. Kami tidak kenal yang namanya technological gap karena mau tidak mau begitu ada perangkat lunak atau teknologi baru, kami harus bekerja dengan itu,” katanya. Perspektif dalam hal substansi boleh jadi berbeda. “Saya lebih tua, saya punya kesempatan melakukan lebih banyak salah daripada mereka. Umur bagi kami adalah angka tapi bagaimana kami menjalankan tugas kita,” begitu ia melihat isu ini.

 

 

Author

DEWI INDONESIA