Panggilan Hati Christine Hakim
Layaknya rumah yang menjadi tempat pulang, begitulah film bagi Christine Hakim yang memanggilnya terus kembali.
11 Nov 2019




Christine Hakim mengaku adakalanya ia merasa lelah dan ingin berhenti dari dunia film. “Tapi berkali-kali saya berniat berhenti, tidak pernah jadi, karena tiap kali ingin berhenti, saya selalu bertemu dengan orang-orang yang menahan dan menarik saya untuk kembali berjalan,” Christine mengungkapkan. Hal yang terjadi, menurutnya, selalu saja akhirnya hanya berupa jeda dan pengalihan fokus sementara pada hal-hal lain. “Misalnya ketika saya berada dalam periode kejemuan dengan layar lebar. Niat untuk cuti dari dunia film akhirnya menarik saya untuk membuat film dokumenter yang membawa saya ke berbagai pelosok Indonesia, salah satunya ke Maluku Utara yang membuat saya jadi tahu bahwa di sana ada empat kesultanan yang bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.

Sambil melakukan kerja-kerja kreatifnya dalam dunia film, Christine merasa seperti tengah mengumpulkan satu demi satu kepingan puzzle kehidupannya. Karya-karya yang ia buat kemudian, baik yang ia produksi bersama CHF seperti film docu-feature Beranda (2006) yang berkisah tentang kehidupan masyarakat Aceh pascatsunami dan film layar lebar H.O.S. Tjokroaminoto Guru Bangsa (2015) atau film-film lain di mana ia terlibat sebagai pemain.

Berbagai tokoh dengan berbagai karakter dari mulai menjadi Wayan, perempuan pemijat Bali di film Eat, Pray, Love (2010), menjadi Nyai Kapu, istri K.H. Hasyim Asy’ari di film Sang Kyai (2013), menjadi Cempaka guru para pendekar di film Pendekar Tongkat Emas (2015), menjadi seorang perias jenazah di Tana Toraja yang memiliki ritual kematian yang agung dan megah dalam The Mortician (2018) dan belasan film lain di mana ia terlibat 19 tahun terakhir, termasuk menjadi Nyi Misni yang penuh dendam di film Perempuan Tanah Jahanam yang barus saja beredar beberapa waktu lalu ditawarkan padanya. “Saya sendiri  suka heran. Sudah tua begini kok malah dapat peran-peran yang berat. Jadi pemijatlah, pendekarlah, bahkan hantu pemakan bayi,” kata Christine sembari tertawa. Namun ia mengaku menikmati semua peran yang ia lakoni. “Tentu saja saya bersyukur bisa menghadapi ketuaan tanpa harus mengkhawatirkan kekurangan,” katanya tenang.

Menggeluti dunia film yang membuatnya selalu dalam sorotan lampu, tak membuat Christine lupa untuk tetap menjejakkan kakinya di Bumi dan mengikatkan kesadarannya pada kekuatan Maha Besar yang ia yakini mengatur setiap sentimeter jejak kaki dan tarikan napasnya. “Kalau tidak diatur Tuhan, mana mungkin saya bisa begini dan terus bisa tetap bersyukur menghadapi usia yang terus menua yang menghadapkan saya dengan berbagai perubahan. Kalau dipikir, harusnya saya orang yang stres menghadapi perubahan itu, apalagi saya ada di dunia showbiz yang bergerak begitu cepat dengan pendatang-pendatang baru yang lebih muda. Tapi saya amatlah santai dan tidak stress sama sekali,” kata Christine yang pernah terpilih menjadi salah satu juri dalam Festival Film Cannes.

Ketika ditanya tentang pencapaian tertinggi yang pernah ia raih, sambil tersenyum Christine mengatakan, “Barangkali yang belum terjadi. Saya sama sekali tidak tahu.” Melewati begitu banyak pengalaman dan pencapaian, ia mengaku selalu dibuat kagum oleh apa yang direncanakan Tuhan untuknya. Ia hanya berusaha bekerja sepenuh hati, melakukan yang terbaik yang ia bisa dan tak merisaukan hasilnya. Tak jarang, katanya, hasilnya melampaui apa yang ia bayangkan. Namun ia selalu meyakini satu hal. “Investasi itu tidak selalu dalam bentuk uang, tapi juga attitude kita menghadapi berbagai keadaan. Kita harus selalu tahu di mana kita berada. Setiap orang tentu saja perlu punya rencana dan strategi dalam menjalani hidupnya. Hanya saja, saya selalu mengatakan pada diri sendiri, film itu bukan hanya perlu dijalani dengan orientasi popularitas atau uang semata,” katanya. Wajahnya berbinar dalam cahaya senja yang cemerlang. Barangkali, Christine serupa senja yang tak pernah menyadari keindahannya, namun tak pernah ragu bahwa perjalanannya melintasi waktu memberinya energi baru.

Teks: Indah S. Ariani
Foto: Thomas Danes
Pengarah Gaya: Karin Wijaya
Busana: Sapto Djojokartiko
Rias Wajah dan Rambut: Andre Celavi Salon 


 

 


Topic

Cover Story

Author

DEWI INDONESIA