Proses Elevasi Angga Yunanda
Berangkat dari seni film dan musik, Angga Yunanda, membaca diri di dunia maya dan mencipta sela antara maya dan nyata
16 Oct 2020




"Dulu, saya merupakan tipe orang yang memendam segalanya, perasaan emosi atau yang lain saya diamkan saja begitu. Tapi memang sebenarnya tidak baik untuk diri sendiri,” ucap Angga Yunanda. Hati yang berdegup kencang, tangan yang gemetar, gugup, itu perasaan Angga ketika pertama kali mencoba untuk melakukan adegan pertamanya sebagai seorang aktor. “Dahulu, ketika di lokasi syuting pertama, rasa deg-degannya setengah mati,” Angga mengenang kembali pada debutnya di layar kaca melalui serial televisi Malu-Malu Kucing (2015).

"Kadang-kadang kalau mengingat dulu, kalau ngobrol pun saya jarang menatap orang langsung. Tapi kini saya lebih bisa berani mengutarakan pendapat, bisa berani berekspresi, dan bisa mengeluarkan emosi yang saya rasakan,” ucap Angga. Bertemu dengan banyak orang dengan energi dan passion yang sama dengannya, menjadi salah satu hal yang ia syukuri.

Baru lima tahun sejak pertama kali berkiprah di industri hiburan tanah air, penghargaan telah ia kantongi. Salah satunya penghargaan pemeran utama pria terfavorit di ajang Indonesian Movie Actors Awards 2020 yang diselenggarakan oleh salah satu televisi swasta. Film Dua Garis Biru (2019) yang disutradarai oleh Gita S. Noer lah yang berhasil membawanya mendapatkan penghargaan tersebut. Perannya sebagai Bima diakuinya sangat berbeda dengan pribadinya. “Mungkin karena keluarga saya termasuk keluarga yang konservatif ya,” ucapnya disusul dengan tawa.

Peran ini juga yang melambungkan namanya ke status idola. Penggemarnya semakin banyak. Terbukti dengan akun Instagramnya yang kini telah mempunyai lebih dari tujuh juta pengikut. Unggahan fotonya kerap dibanjiri dengan berbagai pujian. Walaupun terkadang ia merasa jumlah yang besar tersebut menjadi beban tersendiri. Dahulu ia kerap mengkhawatirkan tentang apa yang seharusnya dia unggah. “Bagus apa tidak ya (foto yang diunggah). Tapi kalau sekarang, saya memilih untuk menjadi diri saya saja, dan tidak terlalu memikirkan hal-hal yang negatif,” ucapnya. Kata-kata negatif yang kadang terselip dari pengikutnya juga tak pernah diindahkannya. “Kalau tidak saya blok, ya saya hapus saja.”

Menghindari komentar buruk di jagat maya memang hampir mustahil, terlebih ketika film yang ia mainkan sempat menjadi polemik hangat di antara para warganet. Namun, Angga memahami dengan baik, bahwa akan ada suarasuara yang tak sependapat dengan apa yang film ini ingin sampaikan. Meskipun begitu ia memutuskan untuk menaruh kepercayaannya kepada sang sutradara, tim dan juga para pemain yang lain. “Saya merasa film ini bisa memberikan edukasi dan bisa menjadi warna baru tersendiri di perfilman Indonesia,” lanjutnya dengan yakin.

Entah itu secara pribadi, ataupun cara pandang, Angga menyetujui bahwa semenjak ia menggeluti dunia seni peran, banyak perspektif dan ilmu baru yang ia dapatkan. “Setiap bertemu orang yang baru, saya belajar hal baru lagi,” ucapnya bersemangat. Tahun ini, ia kembali dipertemukan dengan sutradara Gina S. Noer dalam film Cinta Pertama, Kedua & Ketiga.

“Saya selalu berusaha memilih film yang tidak hanya dibuat untuk ditonton saja.” Melalui karakter yang ia mainkan, Angga selalu berusaha untuk menyampaikan pesan yang menyentuh para penontonnya, buka hanya sekadar film yang menjadi hiburan semata lalu terlupakan begitu saja. “Paling senang dan paling bahagia ialah ketika film yang saya mainkan bisa berdampak membuat mereka (penonton) menjadi lebih baik. (Auli Hadi) Foto: Grego Gery

 


 

 

Author

DEWI INDONESIA