
Galeri seni yang baru dibuka ini dinamai “ara”, sebuah kata dalam bahasa Sansekerta yang memiliki makna tempat perlindungan. Fiesta Ramadanti, co-founder ruang pamer baru ini, mengatakan bahwa nama ini dipilih karena mencerminkan visi galeri sebagai ruang yang aman dan nyaman bagi para seniman.
“Galeri ini juga mengusung model bisnis kemitraan yang setara dengan para seniman, di mana tidak ada posisi yang lebih tinggi antara satu sama lain, melainkan berjalan bersama dalam kolaborasi yang saling menguntungkan,” ungkapnya.
Pameran Perdana “We Begin with Everything”
Tajuk pameran perdana ara Contemporary ini terinspirasi dari buku Rick Rubin, “The Creative Act: A Way of Being”. Judul pameran ini mencerminkan prinsip utama filosofi Rubin, yaitu bahwa tindakan menciptakan adalah sumber yang tak berkesudahan dan selalu hadir.
“We Begin with Everything” merayakan konsep yang diwujudkan menjadi manifestasi nyata dan proses menjadi yang berkelanjutan. Kedua hal ini tak hanya tercermin pada awal mula pendirian galeri ini, tetapi juga dalam proses berkreasi para seniman.
Pameran ini menampilkan karya dari 17 seniman Asia Tenggara terkemuka, termasuk Agan Harahap, Albert Yonathan Setyawan, Alisa Chunchue, Carmen Ceniga Prado, Condro Priyoaji, Dawn Ng (bekerja sama dengan Sullivan+Strumpf), Enggar Rhomadioni, Irfan Hendrian, Ipeh Nur, Iwan Effendi, Kelly Jin Mei, Mar Kristoff, Marcos Kueh (bekerja sama dengan The Backroom), Natalie Sasi Organ, S. Urubingwaru, Wedhar Riyadi, dan Xiuching Tsay."
Karya Seniman Perempuan
Salah satu seniman yang memamerkan karyanya di galeri ini yakni Ipeh Nur, perupa asal Yogyakarta, yang merajut narasi yang mendalami sejarah Indonesia dan hubungannya dengan pengalaman serta kenangan pribadinya. Dalam praktik artistiknya, ia menggunakan beragam medium, mulai dari ilustrasi hitam putih, drawing, sablon, etsa, mural, hingga patung resin dan instalasi.
Sejak tahun 2019, Ipeh secara intensif meneliti budaya maritim di berbagai penjuru kepulauan Indonesia. Karyanya kerap kali menampilkan pengetahuan yang terinternalisasi oleh generasi yang lebih tua, mulai dari kalender musiman dan pengobatan tradisional hingga resep-resep lokal. Dalam bertutur, Ipeh seringkali membangun interpretasi terbuka terhadap mitologi-mitologi kuno.
Selain Ipeh Nur, seniman lain yang juga menghadirkan karyanya yaitu Kelly Jin Mei yang dikenal dengan karya-karya rajutannya yang khas. Perupa asal Singapura ini pertama kali mengenal merenda dan merajut pada tahun 1997. Setelah meraih diploma di bidang Desain Busana pada tahun 2011, ia memulai praktik artistiknya pada tahun 2015 saat tinggal di Tokyo, Jepang. Jin Mei menciptakan karya-karya tekstil dengan penekanan kuat pada materialitas mediumnya, serta sejarah dan aplikasinya. Sebagian besar karyanya mengeksplorasi bagaimana sebuah kata, tekstil, atau wadah dapat menyimpan berbagai makna dan perspektif. Saat ini, karyanya meliputi patung lunak, hiasan dinding tekstil, hingga instalasi multi-media.
Inisiatif Tiga Pendiri

Didirikan oleh tiga mitra dengan pengalaman lebih dari 15 tahun di dunia seni, yaitu Fiesta Ramadanti, Fredy Chandra, dan Megan Arlin, para pendiri membawa keahlian luas dalam dialog seni global. Dengan latar belakang di institusi-institusi terkemuka seperti Art Jakarta (Jakarta), Mizuma Gallery (Singapura, Tokyo), dan Sullivan+Strumpf (Singapura, Sydney, Melbourne), ara Contemporary diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan seni di Jakarta dan kawasan Asia Tenggara.
ara Contemporary berkomitmen untuk mendukung seniman-seniman Asia Tenggara dan mempromosikan praktik mereka baik secara lokal maupun internasional. Ke depannya, ara akan menampilkan beragam suara dari seniman-seniman kawasan, mulai dari yang baru muncul hingga yang telah mapan.
***
"We Begin with Everything"
12 April – 4 May 2025
ara contemporary
Jalan Tulodong Bawah I no 163 Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Jakarta 12190, Indonesia
Teks: Mardyana Ulva
Foto: dok. DEWI & ara Contemporary