Semai dan Tuai, Menilik Tren Urban Farming di Tengah Pandemi
Apapun tujuannya, entah untuk ketahanan pangan atau kebahagian diri sendiri urban farming makin bertumbuh di tengah pandemi.
9 Jun 2020


 

Semua bisa berkebun. Konsep berkebun atau pertanian diperkotaan tidak punya penerapan mutlak. Tidak ada satu cara penerapan yang benar. Semua tergantung konteks, dalam hal ini lahan yang tersedia serta komitmen dari pribadi yang akan berkebun. “Urban farming pada dasarnya adalah berkebun di kota yang lahannya terbatas. Jadi mau itu di halaman depan rumah, balkon apartemen, atap atau bahkan tembok sekalipun, kecil, besar, luas, sempit semua bisa disebut urban farming. Selanjutnya, pribadi yang ingin berkebun harus bisa mendedikasikan sedikit tenaga dan waktunya untuk berkomitmen,” papar Soraya Cassandra atau biasa dipanggil Sandra, petani kota dan salah satu penggagas Kebun Kumara, yaitu sebuah kebun belajar di tengah kota.

Urban Farming juga dapat hadir pada ranah desain arsitektur. Keberadaan tanaman berfungsi sebagai penghijauan selain sebagai dekorasi. Mengingat urban farming juga menjadi salah satu solusi bagi perubahan iklim. “Setiap tanaman bisa mengatasi iklim mikro dan menurunkan suhu. Memang tidak banyak dan signifikan. Namun setidaknya perbedaannya bisa dirasakan dalam cakupan lingkungan ruang dan rumah sendiri. Selain itu, hasil dari kebun bisa dinikmati dan dikonsumsi,” jelas Sigit Kusumawijaya seorang arsitek dan co-founder Komunitas Indonesia Berkebun.

Visi jangka panjang urban farming adalah untuk mewujudkan ketahanan pangan. Belum lama ini urban farming digadang akan berperan penting dalam menyokong kemandirian pangan terlebih pasca wabah nanti. “Masyarakat bisa menghasilkan makanan dari lingkungannya sendiri. Bahkan ada kampanye grow your own food yang mengajak masyarakat untuk menghasilkan makanannya sendiri lewat menanam,” kata Sigit lagi.

Dampak urban farming untuk ketahanan pangan bergantung pada skalanya. “Kalau cuma satu dua rumah yang menanam sendiri, kemungkinan besar ia hanya bisa menghasilkan untuk dirinya sendiri, itupun tidak mungkin semua dari kebun tanpa membeli, apalagi dengan lahan yang kita miliki, juga kesibukan dari masyarakat kota yang sehari-harinya ada pekerjaan lain,” ujar Sandra. Namun jika satu dua rumah yang sudah mulai bisa memberi contoh ke rumah-rumah lainnya, terlebih adanya sosial media yang bisa mempercepat dan memperluas informasi. Maka, gerakan ini bisa semakin tumbuh. Seperti yang terjadi saat ini, sedikit demi sedikit mulai banyak orang yang mulai berkebun karena pengaruh sosial media dan karantina diri.

 


Topic

Culture

Author

DEWI INDONESIA